Mahabharata

Mahabharata (Sansekerta: महाभारत) adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi. Continue reading

Posted in Mahabharata | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , | 3 Comments

Mendung Di Atas Mandaraka

“Cinta terlarang sepanjang hidup. Cinta lewat belakang dijalani Arjuna dengan Banuwati hampir sepanjang kedewasaan keduanya. Perselingkuhan cinta keduanya bukanlah sebuah rahasia, tetapi keniscayaan ini telah menjadi rahasia umum. Bahkan suami Banuwati-pun sebenarnya mengetahuinya secara terang benderang”.

Bagi para muda atau bukan “suku wayang”, terkadang sulit untuk mencerna pertunjukan wayang karena keterbatasan pengenalan mengenai bahasa yang dipergunakan dalam pegelaran wayang. Untuk itu kami mencoba untuk mengenalkan wayang dengan segala aspeknya, baik alur cerita dengan banyak tokoh didalamya beserta silisilah dengan bahasa Indonesia. Cerita wayang yang demikian kompleks dengan segala macam kejadian pertentangan, konflik, intrik yang tentunya dibumbui dengan romantisme disana sini memang menjadi kendala bagi para muda atau bukan “suku wayang” tadi yang tadinya ingin mengetahui tentang wayang tetapi banyak yang tidak lagi berminat karena terbentur oleh masalah komunikasi, dalam hal ini bahasa. Cerita tentang kepahlawanan dari pewayangan akan kami beberkan dengan bahasa yang sebisanya mudah, sehingga gampang dimengerti.
Satu hal lagi, cerita ini kami rangkum dan kami ceritakan kembali dengan bebas, dari pagelaran Ki Nartosabdo. Kami anggap dalang ini yang dikenal piawai menceritakan detail alur cerita dan yang kami anggap runtut dan benar menurut pewayangan Indonesia. Cerita dari Ki Narto ini, juga banyak ditingkahi oleh dialog dialog dari para tokohnya yang kadang liku likunya tak terduga. Namun demikian, alih bahasa dari sastra pedalangan Ki Narto yang demikian tinggi dan indah, tidaklah akan dapat kami uraikan dalam bahasa Indonesia dengan utuh. Mohon kritiknya atas kekurangan kami dalam menyampaikan cerita ini karena kekurangannya itu.
Sumber : nn
Klik disini untuk melanjutkan membaca Mendung Di Atas Mandaraka
Posted in Mahabharata | Leave a comment

Ringkasan Perang Baratayuda

PERANG BARATAYUDA HARI KE 1-18 DI KURUSETRA INDIA

KURAWA ANGKATAN DARAT & SEKUTU MEREKA :

  • Bhagdatta, Kerajaan Pragjyotisha – 1 Akshauhini
  • Salya, Kerajaan Madra – 1 Akshauhini
  • Bhorisrawa, Kerajaan Bahlika – 1 Akshauhini
  • Kritawarma (Bhoja, Dwaraka tentara Kresna Klan Wresni & Andaka) – 1 Akshauhini
  • Jayadrata (Saindhava) – 1 Akshauhini
  • Sudakshina, raja Kambhoja – 1 Akshauhini (memiliki Yavanas & Sakas dalam pasukannya)
  • Winda dan Anuwinda (dari Awanti) – 1 Akshauhini
  • Nila, dari Mahishmati – 1 Akshauhini (dari selatan)
  • Lima Kekaya bersaudara – 1 Akshauhini
  • Bhisma, Resi Drona, Duryudana Kurawa Brothers – 2 Akshauhini Hastinapura, Indraprasta dan kerajaan lain

PANDAWA ANGKATAN DARAT & SEKUTU MEREKA :

  • Satyaki dari klan Wresni & Yadu, Kerajaan Youdheya – 1 Akshauhini
  • Kuntibhoja, Surasena – 1 Akshauhini (Kerajaan Kunti, Mathura dan Surasena jadi satu)
  • Dhrishtaketu, raja Chedi – 1 Akshauhini – anak dari Sisupala sepupu Kresna dan Pandawa    ketika Rajasuya di indraprasta di penggal kepalanya oleh Kresna.
  • Jayatsena, anak Jarasanda – 1 Akshauhini (dari Magadha) – Jarasanda, yang dibunuh oleh Bima sebelumnya, tapi anak itu memihak pembunuh ayahnya!
  • Drupada dengan anak-anaknya, Kerajaan Panchala – 1 Akshauhini
  • Wirata raja Matsya dengan anak-anaknya – 1 Akshauhini
  • Arjuna, Bima Pandawa Brother dan kerajaan lain – 1 Akshauhini (dijadikan satu Pandya, Malawa, Anarta, Chola, Kerala)

KERAJAAN PIHAK KURAWA

11 Aksauhini (11 divisi) atau 2.405.700 tentara.

Kerajaan Hastinapura ; Kerajaan Indraprasta (Milik Pandawa di kuasai Kurawa)
Kerajaan Dwaraka (Pinjaman tentara & Ksatria dari Kresna) ; Kerajaan Bhoja
Kerajaan Bahlika ; Kerajaan Madra ; Kerajaan Pandya ; Kerajaan Kekaya
Kerajaan Angga ; Kerajaan Pragjyotisha ; Kerajaan Awanti
Kerajaan Madhyadesa ; Kerajaan Gandhara ; Kerajaan Kamboja
Kerajaan Kalingga ; Kerajaan Saurashtra ; Kerajaan Gurjara
Kerajaan Karusha ; Kerajaan Dasarna ; Kerajaan Sindhudesa
Kerajaan Mahishmati ; Kerajaan Trigarta ; Pasukan Raksasa (Knight Alambusa)

KERAJAAN PIHAK PANDAWA

7 Aksauhini (7 divisi) atau 1.530.900 tentara,

Kerajaan Matsyah ; Kerajaan Panchala ; Kerajaan Kuntibhoja
Kerajaan Kerala ; Kerajaan Chedi ; Kerajaan Mathura
Kerajaan Pandya ; Kerajaan Chola ; Kerajaan Magadha
Kerajaan Youdheya ; Kerajaan Surasena ; Kerajaan Kasi
Kerajaan Malawa ; Kerajaan Anarta ; Pasukan Naga (Knight Irawan)
Pasukan Raksasa (Knight Gatotkaca) ; Kerajaan Salwa

Netral (Tidak Ikut dalam Perang)

– 1 Ksatria Dari Kerajaan Mathura (Baladewa Kakak Kresna)

– Kerajaan Widharba (Rukmi Kakak Ikpar Kresna, Kakak Rukmini)

Perhitungan lengkap untuk Akshauhini :

Sr. Unit Composition Foot soldiers Horses Chariots Elephants
1 Patti 3 —— ——- 5 3 1 1
2 Sena-mukha 3 Patti ——- 15 9 3 3
3 Gulma 3 Sena-mukha ——- 45 27 9 9
4 Gana 3 Gulma ——- 135 81 27 27
5 Vahini 3 Vahini Gana 405 243 81 81
6 Pritana 3 Pritana Vahini 1,215 729 243 243
7 Chamu 3 Chamu Pritana 3,645 2,187 729 729
8 Anikini 3 Anikini Chamu 109,350 65,610 21,870 21,870
9 Akshauhini 10 Akshauhini

Pasukan tersebut dibagi ke dalam aksohini (divisi). Setiap aksohini berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari:

  • 21.870 pasukan berkereta kuda
  • 21.870 pasukan penunggang gajah
  • 65.610 pasukan penunggang kuda
  • 109.350 tentara darat (infantri)

Perbandingan jumlah mereka adalah 1:1:3:5. Pasukan Pandawa memiliki 7 divisi, dengan total pasukan 1.530.900 prajurit. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, total 18 Akshauhinis dengan total pasukan 2.405.700 prajurit. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam perang adalah 3.936.600 orang

FORMASI PERANG :

  • KrauncaWyuha (formasi Bangau)
  • CakraWyuha (formasi Cakram / Melingkar)
  • KurmaWyuha (formasi kura-kura)
  • MakaraWyuha (formasi Buaya)
  • TrisulaWyuha (formasi trisula)
  • SarpaWyuha (formasi ular)
  • KamalaWyuha (formasi Bunga)
  • PadmaWyuha (formasi Teratai)
  • CandraWyuha (Formasi Bulan Sabit)
  • GarudaWyuha (formasi Garuda)
  • PalemWyuha (formasi Pohon Palem)
  • MandalaWyuha (formasi Perisai)

PANJI PERANG :

  • Bhisma (Pohon Palem & Lima Bintang),
  • Resi Drona (Mangkuk Pendeta & Busur Kuning).
  • Aswatama (Singa),
  • Duryudana (Ular cobra),
  • Resi Kripa (Banteng),
  • Jayadrata (Babi Hutan),
  • Abimanyu (Pohon Karnikara Emas),
  • Arjuna (Kera Putih).
  • And ALL ?????

PERANG HARI PERTAMA:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (Dursasana) ; Pandawa (Bima)

FORMASI PERANG : Kurawa (KurmaWyuha) ; Pandawa (SarpaWyuha)

JALANNYA PERANG :

(Arjuna meminta kresna menjalankan Kereta ke tengah medan perang
untuk melihat kedua kubu, Arjuna ragu untuk perang, kresna menasehati
arjuna dalam Bhagafat Gita, Kresna menunjukkan wujud ketuhanannya
sebagai Wisnu pada arjuna )

(Yudistira melepaskan jubah perang dan pergi ke klan kurawa memohon restu pada Bhisma, Resi Drona, Resi Kripa & Raja Salya)

(Yudistira mengumumkan siapa ksatria dan pasukan yg mau berpindah baik dari klan pandawa atau klan Kurawa, Yuyutsu saudara Tiri Duryudana berpindah dan memihak Pandawa)

–          Kritawarma (lost) VS Abimanyu (win)

–          Raja Salya (lost) VS Abimanyu (win)

–          Durmaka (lost) VS Abimanyu (win)

–          Bhisma (win) VS Abimanyu (lost)

–          Duryudana (lost) VS Abimanyu (win)

–          Bhisma (win) VS Bima & Drestadyumna (lost)

–          Bhisma VS Arjuna = Draw

–          Raja salya (win) VS Uttara (Anak Raja Wirata) dead

–          Raja salya (win) VS Gajah wahana Uttara (dead)

–          7 Kaurava brothers (lost) VS Sweta (win)

–          Bhisma (win) VS Sweta (Kakak Uttara) dead

–          Duryudana (win) VS Bima (lost)

HASIL PERANG :

Kurawa (win) ; Pandawa (lost)

PERANG HARI KE 2:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (??????) ; Pandawa (???????)

FORMASI PERANG : Kurawa (??????) ; Pandawa (??????)

JALANNYA PERANG :

–          Bhisma (draw), Pasukan Hastinapura (lost) VS Arjuna (Draw)

–          Resi Drona (win) VS Drestadyumna (lost) saved Bima

–          Resi Drona (win) VS Bima (lost)

–          Pasukan Kalinga (dead) VS Bima (win)

–          Bhisma (lost) VS Abimanyu & Setyaki (win)

–          Resi Kripa, Aswatama, Wikarna (win) VS Pasukan matsyah (lost)

–          Duryudana VS Bima (Draw)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 3:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :

Kurawa (depan=Bhisma, belakang=Duryudana)

Pandawa (kiri=Bima, kanan=Drestadyumna)

FORMASI PERANG :

Kurawa (Garuda Wyuha) ;

Pandawa (Candra wyuha)

JALANNYA PERANG :

–     40 Kaurava brothers (lost) VS Arjuna (win)

–     Pasukan dwaraka (win) VS Drestadyumna (lost)

–     Pasukan dwaraka (lost) VS Setyaki, Srikandi (win)

–     Sangkuni (win) VS Setyaki (lost)

–     Sangkuni, Pasukan Gandara (lost) VS Setyaki & Abimanyu (win)

–     Resi Drona, Bhisma VS 3 Pandava brothers (Yudistira, Nakula, Sadewa) (draw)

–     Duryudana, pasukan hastinapura (lost) VS Bima, Gatotkaca (win)

–     Bhisma VS Arjuna (draw)

–     (Kresna marah mengeluarkan Cakra untuk membunuh Bhisma dan di cegah Arjuna)

–     Bhisma VS Arjuna (Survive)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 4:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (???????) ; Pandawa (???????)

FORMASI PERANG : Kurawa (???????) ; Pandawa (???????)

JALANNYA PERANG :

–    Pasukan Hastinapura (lost) VS Abimanyu (win)

–    5 knights (Aswatama, Burisrawa, Raja salya, Citrasena, Putracala) (lost) VS Arjuna & Abimanyu (win)

–    Putracala (dead) VS Drestadyumna (win)

–    Cala, Raja Salya, Pasukan Madrah (win) VS Drestadyumna (lost)

–    Raja salya (win) VS Abimanyu (lost)

–    Raja Salya (lost) VS Irawan (win)

–    Kaurava brothers, Pasukan Gajah (lost) VS Bima (win)

–    8 Kaurava brothers (dead) VS Bima (win)

–    Duryudana (win) VS Bima (lost)

–    Resi Drona (lost) VS Gatotkaca (win)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 5:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :

Kurawa (Wikarna, Burisrawa, Resi drona) ; Pandawa (Cekitana, Raja wirata)

FORMASI PERANG :

Kurawa (TrisulaWyuha) ; Pandawa (MakaraWyuha)

JALANNYA PERANG :

–     Resi Drona (win) VS Setyaki (lost)

–     3 knights (Resi Drona, Raja salya, Sudaksin) VS Bima, Srikandi, Drestadyumna (Survive)

–     Bhisma (lost) VS Srikandi (win)

–     Resi Drona (win) VS Srikandi (lost)

–     Duryudana (lost) VS Setyaki, Pasukan Youdheya (win)

–     Burisrawa (win) VS 10 Anak of Setyaki (dead)

–     Burisrawa (win) VS Setyaki (lost) Saved Bima

–     Duryudana, Pasukan Hastinapura (lost) VS Arjuna (win)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 6:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :
Kurawa (Bhisma & Duryudana) ; Pandawa (Bima & Arjuna)

FORMASI PERANG :
Kurawa (KraunchaWyuha) ; Pandawa (MakaraWyuha)

JALANNYA PERANG :

–     12 Kaurava brothers (Dursasana, Durwisaha, Durmata, Dursaha, Jaya, Jayasina, Wikarna, Citrasena, Sudarsana, Curucitra, Suwarma, Duskarna) (win) VS Bima (Lost) Saved Drestadyumna

–     11 Kaurava brothers (lost) VS Drestadyumna (win)

–     Duryudana (win) VS Bima & Drestadyumna (lost)

–     Duryudana (lost) VS Abimanyu & Kekaya (win)

–     Resi Drona (win) VS Drestadyumna, pasukan Panchala (lost)

–     Resi Drona (win) VS Bima, Pasukan Matsyah (lost)

–     Duryudana (lost) VS Bima (win)

–     Bhisma (win) VS Bima (lost)

–     Duryudana VS 5 Panchawala Brothers (Pratiwindya, Sutasoma, Srutakarma, Satanika, & Srutakirti.) (Survive)

HASIL PERANG :

Kurawa (win) ; Pandawa (lost)

PERANG HARI KE 7:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :

Kurawa (Aswatama, Kritawarma, Resi Drona) ; Pandawa (Arjuna, Setyaki)

FORMASI PERANG :

Kurawa (MandalaWyuha) ; Pandawa (BajraWyuha)

JALANNYA PERANG :

–     Bhisma VS Arjuna (draw)

–     Resi Drona (win) VS Raja Wirata (lost) saved Sanga

–     Resi Drona (win) VS Raya Wirata & Sanga (lost)

–     Aswatama (win) VS Srikandi (lost)

–     Raja Salya (win) VS Nakula (lost)

–     Raja Salya (lost) VS Sadewa (win)

–     2 Prince Awanti (Winda & Anuwinda) (lost) VS Yudhamanyu (win)

–     Kritawarma, 3 Kurava (Citrasena, wikarna, Durmasha) (lost) VS Bima (win)

–     Raja Bhogadetta (win) VS Gatotkaca (lost)

–     Raksasa Alambusa (lost) VS Setyaki (win)

–     Burisrawa (win) VS Dristaketu (lost)

–     Srutayu (lost) VS Yudistira (win)

–     Resi Kripa (fainting) saved sakuni VS Chekitana (fainting) saved bima

–     Resi Drona (win) VS Sanga Anak Raja Wirata (dead)

–     Duryudana (lost) saved Sangkuni VS Drestadyumna (win)

–     3 Kourava brothers (lost) VS Abimanyu (win)

–     Bhisma (lost) VS Srikandi (win)

–     Bhisma (win) VS Pasukan Srinjaya (lost)

–     Bhisma (win) VS Abimanyu (lost)

–     Bhisma VS 5 Pandawa Brothers (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) (Draw)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 8:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :

Kurawa (Bhisma, Aswatama ,Dursasana, Curucitra)

Pandawa (Kanan=Bima, Tengah=Yudistira, Kiri=Setyaki)

FORMASI PERANG : Kurawa (KurmaWyuha / Kura-kura) ; Pandawa (TrisulaWyuha)

JALANNYA PERANG :

–     8 Kourava brothers (Sunaba, Adityaketu, Wahwasin, Kundadara, Mahodara, Aparajita, Panditaka dan Wisalaksa) (dead) VS Bima (win)

–     (Duryodana perintahkan para saudaranya yang masih hidup untuk membunuh Bima. Namun tak satu yang berani maju menghadapi Bima setelah mereka menyaksikan kematian 8 saudaranya.)

–     Wrisna (adik sangkuni) (dead), Raja Hredika, Wresaba, Pasukan Kamboja, Pasukan Mahi, Pasukan Aratha (lost) VS Irawan, Pasukan Berkuda, Pasukan Naga (win)

–     6 Knight (Shatrunjaya, Chandraketu, Mahawegha, Suwarcha , Suryabhasa, Kalikeya) (anak Subala) (dead) VS Abimanyu & Irawan (win)

–     Raksasa Alambusa (win) VS Irawan (putra Arjuna) (dead)

–     Raksasa Alambusa (win) VS Pasukan Naga (lost)

–     Raksasa Alambusa (win) VS Abimanyu (lost)

–     Raksasa Alambusa (lost) saved Duryudana VS Gatotkaca (win)

–     Duryudana (win) VS tentara Raksasa (lost)

–     Duryudana & Raja Wanga (win) VS Gatotkaca (lost)

–     Bhisma VS Bima & Gatotkaca (draw)

–     16 Kourava brothers (dead) VS Bhima (win)

–     Buri & Sala (adik Burisrawa) (dead) VS Setyaki (win)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 9:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :

Kurawa (Dursasana, Duryudana, Aswatama) ; Pandawa (Bima, Irawan)

FORMASI PERANG :

Kurawa (SarpaWyuha) ; Pandawa (KurmaWyuha)

JALANNYA PERANG :

–     Pasukan Hastinapura (lost) VS Abimanyu (win)

–     Raksasa Alambusa (win) VS 5 Pancawala Brothers (lost)

–     Raksasa Alambusa (lost) VS Abimanyu (win)

–     Bhisma VS Abimanyu (draw)

–     Drigalochana (dead) VS Abimanyu (win)

–     Wasatiya (dead) VS Abimanyu (win)

–     Resi Kripa VS Arjuna & Setyaki (draw)

–     Aswatama VS Setyaki (draw)

–     Aswatama & Resi Drona VS Setyaki (lost)

–     Aswatama & Resi Drona VS Setyaki & Arjuna (draw)

–     Resi Drona (lost) VS Arjuna (win)

–     Bhisma & Dursasana (win) VS 4 Pandava brothers (Yudistira, Bima, Nakula, Sadewa) (lost)

–     (Kresna menjadi marah. turun dari keretanya sambil membawa cemeti dengan tujuan membunuh Bisma. Arjuna sekalilagi mencegahnya)

–     Dursasana (lost) VS Arjuna (win)

–   Bhisma (win) VS Arjuna (lost)

–   Raja Somadatta (Ayah Burisrawa) dead VS Setyaki (win)

HASIL PERANG :
Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 10:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (Bhisma) ; Pandawa (Arjuna, Srikandi)

FORMASI PERANG :
Kurawa (Bhisma), (Dursasana=Kanan), (Sangkuni=Kiri), (Duryudana=Belakang)
Pandawa (Arjuna, Srikandi 1 Kereta), (Drestadyumna=Kanan, Setyaki=Kiri), (Yudhamanyu, Uttamaujas=Belakang)

JALANNYA PERANG :

–     3 Knight (Resi Drona, Anggada, Kritavarman) VS Uttamaujas & Yudhamanyu (draw)

–     Duryodana (win) VS Uttamaujas (lost) saved Yudhamanyu

–     Sushena (putra Karna) dead VS Uttamaujas (win)

–     Bhisma (Lost Forever) VS Srikandi (defense) & Arjuna (Attack) = (win)

–     (Meskipun tubuhnya ditancapi ratusan panah, Bisma masih mampu bertahan hidup Sampai Akhir Perang sebab ia diberi anugrah untuk bisa menentukan waktu kematiannya sendiri.)

HASIL PERANG :
Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 11:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Resi Drona) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (?????) ; Pandawa (??????)

FORMASI PERANG : Kurawa (??????) ; Pandawa (??????)

JALANNYA PERANG :

–     (Karna pertama kalinya melibatkan diri dalam perang dalam pihak Kurawa)

–     Sengkuni VS Sadewa (draw)

–     Wiwimsanti VS Bima (draw)

–     Raja Salya (lost) VS  Nakula (win)

–     Resi Kripa (win) VS Dristaketu (lost)

–     Kritawarma VS Setyaki (draw)

–     Karna (win) VS Raja Wirata (lost)

–     Paurawa (lost) VS Abimanyu (win)

–     6 Mentri Karna (dead) VS Abimanyu (win)

–     Jayadrata (lost) VS Abimanyu (win)

–     Resi Drona (win) VS 3 Knight (Wrika, Pancala, Setyajit) (dead)

–     Resi Drona (win) VS Kasiraja (lost)

–     Resi Drona (win) VS Satanika putra Raja wirata (dead)

–     Resi Drona (win) VS Ketama (dead)

–     Resi Drona (win) VS Washudana (dead)

–     Resi Drona (win) VS 4 knight (Yudhamanyu, Uttamaujas, Setyaki, Srikandi) (lost)

–     Somadatti Adik Burisrawa (dead), Anak Burisrawa (dead) VS 2 Pancawala (Pratiwindya, Srutasena) (win)

–     Resi Drona (win) VS Yudistira (lost) saved Arjuna

–     Resi Drona (lost) VS Arjuna (win)

–     Resi Kripa (lost) VS Arjuna (win)

–     Karna & Resi Krepa (lost) VS Uttamaujas (win)

–     Pangeran Asmaka, Susena (anak dari Karna) (dead) VS Abimanyu (win)

–     Kundhawedhin (dead) VS Abimanyu (win)

HASIL PERANG :
Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 12:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Resi Drona) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :
Kurawa (Duryudana, Bhogadetta) ; Pandawa (Arjuna, Bima, Setyaki)

FORMASI PERANG :
Kurawa (??????) ; Pandawa (??????)

JALANNYA PERANG :

–     Duryudana, Pasukan Gajah (lost) VS Bima (win)

–     Raja Bhogadetta & Gajah Supratika VS Bima (draw)

–     Raja Bhogadetta & Gajah Supratika (win) VS Raja Dasarna & Pasukan Gajah (lost)

–     Raja Bhogadetta & Gajah Supratika (win) VS Setyaki (lost)

–     Pasukan Trigarta (lost) & 35 Anak Susarma (dead) VS Arjuna (win)

–     Susarma (lost) VS Arjuna (win)

–     Raja Bhogadetta & Gajah Supratika (win) VS Bima (lost)

–     Gajah Supratika (dead) VS Arjuna (win)

–     Raja Bhagadetta (dead) VS Arjuna (win)

–     Wrisna (dead), Achala (dead) VS Arjuna (win)

–     Sengkuni (lost) VS Arjuna (win)

–     Duryodana & Resi Drona VS Yudhamanyu (draw)

–     Kritawarman (lost) VS Yudhamanyu (win)

–     Karna & Resi Krepa (win) VS Yudhamanyu (lost)

–     Chitrasena (kakak ikpar Karna) dead VS Yudhamanyu (lost)

–     Rukmarata (putra Salya) (dead) VS Abimanyu (win)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 13:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Resi Drona) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :

Kurawa (Resi Drona, Susarma, Jayadrata) ; Pandawa (Arjuna & Abimanyu)

FORMASI PERANG :

Kurawa (CakraByuha) ; Pandawa (???????)

JALANNYA PERANG :
–     Susarma & Pasukan Trigarta VS Arjuna (draw)

–     Resi Drona (win) VS Yudistira (lost) saved Bima

–     Resi Drona (win) VS Bima (lost)

–     Resi Drona (win) VS 3 knight (Chekitana, Drestadyumna, Raja Kuntibhoja) lost

–     Resi Drona (win) VS 8 Knight (Raja Drupada, Gatotkaca, Yudhamanyu, Srikandi, Uttamaujas, Raja Wirata, Raja Kekaya, Srinjayas) lost

–     Resi Drona (lost) VS Setyaki (win)

–     (Resi Drona & Pasukan Kurawa menggelar Formasi CakraByuha).

–     (Abimanyu menerobos masuk di ikuti pasukan Pandawa di blakangnya).

–     (Abimanyu berhasil masuk formasi, jayadrata menutup puntu formasi, pandawa tertahan di luar formasi oleh Jayadrata dan Pasukannya).

–     Jayadrata (Anugrah Siwa) VS 15 Knight (Nakula, sadewa, bima, Yudistira, Setyaki, Srikandi, Raja Kuntibhoja. Raja wirata, Raja Drupada, drestadyumna, Uttamaujas, Yudhamanyu, chekitana, Srinjayas, Yuyutsu) Draw

–     Duryudana (lost) VS Abimanyu (win)

–     Asmaka (lost) VS Abimanyu (win)

–     Dursasana (lost) VS Abimanyu (win)

–     Karna VS Abimanyu (draw)

–     Laksmana putra Duryudana (dead) VS  Abimanyu (win)

–     9 Knight (Resi Durna, Resi Kripa, Raja salya, Brihatbala, Burisrawa, Kritawarma, Wikarna, Srutayuda, Srutayu) VS Abimanyu (draw)

–     7 Knight (Duryudana, Dursasana, Anak Dursasana, Aswatama, Sengkuni, Karna, Chitraksa) win VS Abimanyu (dead)

–     Jayadrata (Anugrah Siwa) win VS 15 Knight (Nakula, Sadewa, bima, Yudistira, Setyaki, Srikandi, Raja Kuntibhoja. Raja wirata, Raja Drupada, Drestadyumna, Uttamaujas, Yudhamanyu, Chekitana, Srinjayas, Yuyutsu) lost

–     Susarma (dead) VS Arjuna (win)

HASIL PERANG :

Kurawa (win) ; Pandawa (lost)

PERANG HARI KE 14

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Resi Drona) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN :

Kurawa (Resi Drona, Duryudana, Jayadrata) ; Pandawa (Arjuna, Bima, Syaki)

FORMASI PERANG :

Kurawa (PadmaWyuha) ; Pandawa (PalemWyuha)

JALANNYA PERANG :

–          Resi Drona (lost) VS Arjuna (win)

–          (Arjuna Berhasil menembus Formasi PadmaByuha)

–          Kritawarma, Pasukan Bhoja, Sudaksina (lost) VS Arjuna (win)

–          Duryudana (lost) VS Arjuna (win)

–          Srutayuda (dead) VS Arjuna (win)

–          Raja Kamboja (dead) VS Arjuna (win)

–          Srutayu (dead), Asrutayu (dead) VS Arjuna (win)

–          2 Anak Srutayu (dead) VS Arjuna (win)

–          Winda, Anuwinda (lost) VS Arjuna (win)

–          Duryudana (magic armor giving Drona) lost VS Arjuna (win)

–          Resi Drona (lost) VS Setyaki (win)

–          (Setyaki berhasil menembus Formasi PadmaByuha)

–          Resi Drona (win) VS Pasukan Panchala (lost)

–          Resi Drona (win) VS Drestadyumna (lost)

–          Resi Drona (lost) VS Bima (win)

–          (Bima berhasil menembus Formasi PadmaByuha)

–          11 Kurawa Brothers (dead) VS Bima (win)

–          Pasukan Dasarna (lost) VS Bima (win)

–          Resi Drona (win) VS Pasukan Matsyah, Pasukan Panchala (lost)

–          Duryudana, Pasukan Hastina (lost) VS Arjuna (win)

–          Karna VS Bima (survive)

–     Durjaya adik Duryudana (dead) VS Bima (win)

–     Durmaka adik Duryudana (dead) VS Bima (win)

–     5 Kurawa Brothers (Durmasa, Dussaha, Durmata, Durdara, Jaya) dead VS Bima (win)

–     7 Kurawa Brothers (Chitra, Upachitra, Chitraksa, Curucitra, Surasena, Citrayuda, Citrawarma) dead VS Bima (win)

–     9 Kurawa Brothers (dead) VS Bima (win)

–     Wikarna Adik Duryudana (dead) VS Bima (win)

–     Karna (win) VS Bima (lost)

–     Karna (lost) VS Arjuna (win)

–     Resi Drona VS 3 Knight (Yudistira, Drestadyumna, Yuyutsu) (draw)

–     Burisrawa (lost) VS Setyaki (lost) (Setyaki Pingsan)

–     (Arjuna memotong tangan kanan Burisrawa)

–     (Burisrawa memarahi Arjuna tapi segera di disadarkan Ajuna mengenai kesalahan pengeroyokan Abimanyu)

–     (Burisrawa tersadar dan melakukan Yoga)

–     Burisrawa (dead)  terpenggal pedangnya sendiri yang di ambil Setyaki.

–     (Kresna Memanggil Kusirnya Daruka dengan Terompet Pancajahnya)

–     Pasukan Satu aksauhini (109.350 tentara) dead VS Arjuna (win)

–     Karna (lost) VS Setyaki (win) & Kusir Daruka

–     Aswatama (lost) VS Arjuna (win)

–     (Keajaiban Kresna matahari tertutup banyak awan sehingga tampak matahari sudah tenggelam)

–     Jayadrata (dead) VS Arjuna (win)

–     Resi Drona VS Yudhamanyu & Uttamaujas (draw)
–     4 Knight (Resi Kripa, Aswatama, Karna, Duryudana) lost VS Gatotkaca (win)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 15

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Resi Drona) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (Karna) ; Pandawa (Gatotkaca)

FORMASI PERANG : Kurawa (??????) ; Pandawa (??????)

JALANNYA PERANG :

–     Pasukan Hastinapura, Pasukan Bhalika, Pasukan Dwaraka (lost) VS Gatotkaca, Pasukan Raksasa (win)

–     Duryudana (lost) VS Gatotkaca (win)

–     Karna (win) VS Pasukan Raksasa (lost)

–     Karna (win) VS Gatotkaca (dead)

–     Resi Drona (win) VS Raja Drupada (dead), Pasukan Panchala (lost)

–     Resi Drona (win) VS Raja Wirata (dead), Pasukan Matsah (lost)

–     Resi Drona (win) VS Drestadyumna & Bima (lost)

–     Dursasana (lost) VS Nakula (win)

–     (Strategi Kresna, Bima membunuh Gajah bernama Aswatama)

–     (Bima mengumumkan dirinya membunuh Aswatama di pasukan Resi Drona)

–     (Resi Drona menanyakan kebenarannya pada Yudistira)

–     (Yudistira berbohong, Resi Drona sedih dan melakukan Yoga)

–     Resi Drona (dead) terpenggal pedang Drestadyumna

–     (Roda Kereta Yudistira yang melayang 3 inci dari tanah. Setelah peristiwa tersebut, keretanya menyentuh tanah.)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 16:

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Karna) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (Dursasana) ; Pandawa (Bima)

FORMASI PERANG : Kurawa (??????) ; Pandawa (??????)

JALANNYA PERANG :

–  Resi Krepa (win) VS Drestadyumna (lost)

–  Resi Krepa (lost) VS Arjuna (win)

–  Dursasana adik Duryudana (dead) VS Bima (win)

–  Karna (win) Kusir Raja Salya VS Arjuna (lost) Kusir Kresna

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

  17) PERANG HARI KE 17

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Karna) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (dursasana) ; Pandawa (Bima)

FORMASI PERANG : Kurawa (??????) ; Pandawa (??????)

JALANNYA PERANG :

–     Karna (win) VS Nakula (lost)

–     Karna (win) VS Sadewa (lost)

–     Karna (win) VS Bima (lost)

–     Duryudana (lost) VS Yudistira (win)

–     Karna (win) VS Yudistira (lost)

–     Karna, Kusir Raja Salya VS Arjuna, Kusir Kresna (survive)
–     (Kereta perang karna terperosok rodanya dalam lumpur, dan karna lupa mantra memanggil senjata Bramastra)
–    Karna (dead) Kusir Raja Salya VS Arjuna (win) Kusir Kresna

–   10 Kurawa Brothers (dead) VS 3 knight (Drestadyumna, Yudhamanyu, Uttamaujas) (win)

–   18 Kurawa Brothers (dead) VS Bima (win)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

PERANG HARI KE 18

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Raja Salya) ; Pandawa (Drestadyumna)

PEMIMPIN PASUKAN : Kurawa (Duryudana) ; Pandawa (Bima)

FORMASI PERANG : Kurawa (???????) ; Pandawa (???????)

JALANNYA PERANG :

–     Raja Salya (dead) VS Yudistira (win)

–     Sakuni (dead) VS Sadewa (win)

–     Duryudana (win) VS Cekitana (dead)

–     (Duryudana meninggalkan medan perang dan melakukan Yoga Di dalam Danau Dwaipayana)

–     (5 Pandawa Brothes, Kresna, Yuyutsu, Setyaki, Drestadyumna, Srikandi, Yudhamanyu, Uttamaujas mendatangi danau dan memanggil Duryudana)

–     (Duryudana memilih Bima sebagai lawan tanding Perang Gada)

–     (Nakula mendatangi kamp Kurawa mengambilkan Gada Duryudana yang terbaik)

–     (Kritawarma, Resi Kripa & Aswatama menunggu di sebrang danau yang bersiap menyerang Ksatria Pandawa jika berlaku curang)

–     (Baladewa Kakak Kresna sekaligus Guru dari Duryudana dan Bima datang serta memberi restu)
–     (Siasat Kresna. mengingatkan Bima akan sumpahnya mematahkan paha Duryudana)

–     Duryudana (dead) VS Bima (win) (Perang Gada)

–     (Baladewa marah dan mau membunuh Bima yang berlaku curang memukul paha saat perang Gada namun di cegah dan di tenangkan Kresna)

–     (Ksatria Pandawa meniggalkan Duryudana dan kembali ke Kamp)

–     (Kritawarma, Resi Kripa & Aswatama mendatangi Duryudana sekaligus member restu pada Aswatama untuk melanjutkan perang)

HASIL PERANG :

Kurawa (lost) ; Pandawa (win)

KESATRIA YANG TERSISA :

Kurawa :

–     3 Knight (Aswatama, Kritawarma, Resi Kripa)

Pandawa :

–     5 Pandawa (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa)

–     5 Panchawala (Pratiwindya putra Yudistira, Sutasoma putra Bima, Srutasena putra Arjuna, Satanika putra Nakula, Srutakerti putra Sahadewa)

–     7 Knight (Kresna, Drestadyumna, Setyaki, Srikandi, Uthamaujas, Yudhamanyu, Yuyutsu)

MALAM PEMBANTAIAN Hari ke19

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Aswatama) ; Pandawa (Drestadyumna)

–     Kritawarma & Resi Kripa membakar semua kamp pasukan pandawa, dan menjaga di luargerbang membunuh siapasaja prajurit dan ksatria yang mencoba untuk keluar.

–     Aswatama membunuh dengan panah dan menyembelih Drestadyumna, Srikandi, Uthamaujas, Yudhamanyu dan 5 Panchawala (Pratiwindya putra Yudistira, Sutasoma putra Bima, Srutasena putra Arjuna, Satanika putra Nakula, Srutakerti putra Sahadewa)

KESATRIA PANDAWA YANG TERSISA :

5 Pandawa (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa)

4 Knight (Kresna, Setyaki, Yuyutsu adik Tiri Duryudana)

  20)  HARI PEMBALASAN

KOMANDAN TERTINGGI : Kurawa (Aswatama)

–     Aswatama VS Arjuna (survive)
–     (Resi Wiyasa menahan senjata Bramastra dari Arjuna dan Aswatama, dan meminta keduanya menarik kembali senjatanya)
–     (Arjuna mencabut kembali Bramastra, sedangkan Aswatama tidak tau mantra mencabut Bramastra, Wiyasa memintanya memilih target lainnya)

–     (Aswatama mengarahkan senjata Brahmastra pada janin yang di kandung Uttari istri Abimanyu putra Arjuna)

–     (Krisna mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di bumi sampai akhir zaman Kaliyuga. sebagai orang buangan tanpa rasa kasih sayang dan dicintai)

–     (Krisna menghidupkan kembali anak yang telah mati dari rahim Uttari)

–     (Pandawa dan kresna menemui Barbarika sebagai penghakiman)
–     (setelah penghakiman Barbarika memohon kematian pada Kresna, Cakra kresna menghancurkan kepala Barbarika)

Posted in Mahabharata | Tagged , | Leave a comment

AVATAR dalam Mahabharata

Dalam Amsavatarana Parva dari Mahabharata, terbagi beberapa inkarnasi atau Avatar maupun Ciranjewin (Mahluk berumur panjang) mereka adalah bagian dari Dewa, Yaksa (Raksasa) ,Bidadari ,Gandarwa (Bidadara), Denawa, Deitya dan Asura. Berikut ini adalah inkarnasi dari beberapa Tokoh karakter kunci dalam Mithologi India.

309bd-buddha_meditating

1.Jarasanda = Reinkarnasi Viprachitti seorang Danawa
2.Shishupala, Sepupu Kresna dan Pandawa = Reinkarnasi Hiranyakashipu (Leader Of Detya and Asura)
3.Dantawaktra = Reinkarnasi Hiranyaksa (Leader Of Detya and Asura)
4.Shalya, kakak Madrim = Reinkarnasi Sahrādha, adik dari Prahlada (Detya)
5.Dhrishtaketu = Reinkarnasi Anuhrādha, adik dari Prahlada (Detya)
6.Druma = Reinkarnasi Shibi, adik dari Prahlada (Detya)
7.Bhagadatta, putra Narakasura = Reinkarnasi Bāshkala, adik dari Prahlada
(Detya)
8. Amitauja = Reinkarnasi Ketumān, seorang Asura
9.Ugrasena = Reinkarnasi Swarbhānu, seorang Asura
10. Rukmi, Kakak Rukmini = Salah satu Avatar Krodhavasas
11. Kamsa, putra Ugrasena = Kalanemi Avatar dari Danawa
12.Duryudana, putra Dristarastra = Kali (Devil Dark Side Of Lord Vishnu)
13.Dursasana dan Kurawa bersaudara, putra Dristarastra = anak Pulastya (Yaksa)

14. Wikarna dan Kurawa bersaudara, putra Dristarastra = anak dari Pulastya (Yaksa)
15. Yuyutsu dan Kurawa bersaudara, putra Dristarastra = anak dari Pulastya (Yaksa)
16. Dursala dan Kurawa bersaudara, putri Dristarastra = anak dari Pulastya (Yaksa)
17.Narakasura = Bagian dari Asura

18.Alambusa = Bagian dari Yaksa

19.Gatotkaca, putra Bima = Bagian dari Yaksa
20.Hidimbi, Ibu Gatotkaca = Bagian dari Yaksa
21.Barbalika, anak Gatotkaca = Bagian dari Yaksa
22. Sukra = Bagian dari Yaksa
23. Ulupi, istri Arjuna = Bagian dari Naga
24.Irawan, putra Arjuna = Bagian dari Naga
25.Srikhandi, Putri Drupada = Bagian dari Yaksa
26.Parasurama (Ciranjewin) = Avatar ke 6 Wisnu (Lord Of Gods)
27. Kresna = Avatar ke 8 Wisnu (Lord Of Gods) dan Narayana (Life of the Blessed Lord Vishnu)
28. Wiyasa (Ciranjewin) = Avatar dari Wisnu (Life of the Blessed Lord Vishnu)
29. Drona = Brihaspati (Teacher of Gods)
30. Aswathama (Ciranjewin), putra Drona = Bagian dari Siwa (Destroyer), Yama (Death), Kama (Love and Compassion) dan Krodha (Anger)
31.8 Anak Gangga = Bagian dari Delapan Wasu
32.Bhisma, putra Gangga = Dyaus (Youngest brother of Wasu)
33.Bharata = Kama (God of Love and Compassion)
34.Durwasa = Mahadewa (Lord Shiva Destroyer)
35.Santanu = Waruna (Gods Sovereign of the Sea)
36.Krepa (Ciranjewin), Ikpar Drona = Rudras (Lord Shiva Destroyer)
37. Jayadrata, Suami Dursala = Rudras (Lord Shiva Destroyer)
38. Srutayuda = Waruna (Gods Sovereign of the Sea)
39.Sangkuni = Dwapara (Gods of Chaos)
40.Satyaki = Bagian dari Maruts
41.Drupada = Bagian dari Maruts
42.Kritawarma = Bagian dari Maruts
43.Wirata = Bagian dari Maruts
44.Dristarastra = Hansa, anak Arishta
45.Pandu adik Drestarata = Kemurnian diri (Purity’s self Lord Visnu)
46.Widura adik Drestarata = Dharma (God of Justice)
47.Karna, putra Kunti = Surya (The Sun God)
48.Yudistira, putra Pandu = Yama (God of death and judgment)
49.Bhima, putra Pandu = Bayu (God of wind)
50.Arjuna, putra Pandu = Indra (King of the Gods and Heaven) dan Nara (Lord Vishnu Blessed Soul)
51.Nakula, putra Madrim = Aswi (God of medicine)
52.Sadewa, putra Madrim = Aswin (God of
medicine)
53.Abimanyu, putra Arjuna = Bagian dari Varchas, putra Soma (The
Moon God)
54.Dhristadyumna, putra Drupada = Agni (God of Fire)
55.Pancawala Brothers empat anak dari Dropadi = Bagian dari Viswas
56. Pratiwindya, putra Drupadi dan Yudistira = avatar dari Visvadevas
57. Wasudewa, ayah Kresna = Bagian dari Narayana (Life of the Blessed Lord Vishnu)
58. Sankarshan = Bagian dari Narayana (Life of the Blessed Lord Vishnu)
59. Aniruddha, Putra Pradyumna = Bagian dari Narayana (Life of the Blessed Lord Vishnu)
60.Baladewa, Putra Wasudewa = Sesha (Dragon of Wishnu) (Life of the Blessed Lord Vishnu)
61.Pradyumna, Putra Kresna = Bagian dari Sanatkumara
62.Rukmini Istri Kresna = Lakshmi (Wife of the god Wishnu)
63.16.000 istri Kresna = Bagian dari Bidadari
64.Dropadi, Istri 5 Pandawa = Sachi (Wife of the god Indra)
65.Kunti, Istri Pandu = Reinkarnasi dari Siddhi
66.Madrim, Istri Pandu = Reinkarnasi dari Dhriti
67.Gandari, Istri Dristarastra = Reinkarnasi dari Maty
68. Burisrawa = renkarnasi Rahu bagian dari Yaksa, musuh Mohini Awatara ke 2 Wisnu
69. Citraksi dan Kurawa bersaudara, putra Dristarastra = anak Pulastya (Yaksa)
70. Citraksa dan Kurawa bersaudara, putra Dristarastra = anak Pulastya (Yaksa)

Posted in Mahabharata | Tagged , | Leave a comment

Awal pencetus perang Baratayuda

Hasrat tak terbendung Dewi Durgandini agar keturunannya sebagai Raja Hastina

Dewi Durgandini yang telah berputra Abyasa atas perkawinan sebelumnya dengan Raden Parasara, hanya mau kawin dengan raja Hastina Prabu Santanu, apabila anak-anaknya kelak menjadi Raja Hastina. Sang Prabu Sentanu sangat bingung, yang berhak menjadi putra mahkota adalah Bhisma, kalaupun Bhisma bersedia mengalah, maka anak keturunan Bhisma tetap akan menuntut haknya, dan akan terjadi perang saudara pada wangsa Kuru. Demi  kecintaan Bhisma terhadap negara Hastina, agar tidak terjadi perang saudara di kemudian hari, Bhisma bersumpah tidak akan kawin. Pengorbanan Bhisma yang begitu besar meningkatkan spiritual Bhisma, sehingga dia bisa menentukan kapan saatnya meninggalkan jasadnya di dunia di kemudian hari. Bagi Bhisma pengabdian dan bhaktinya hanya untuk Ibu Pertiwi, untuk Hastina. Bhisma tidak melarikan diri ke puncak gunung sebagai pertapa. Dharma bhaktinya adalah mempersatukan negara.

Perkawinan Dewi Durgandini dengan Prabu Sentanu melahirkan dua orang putra, Citragada dan Wicitrawirya. Citragada seorang yang sakti, akan tetapi sombong dan akhirnya mati sebelum kawin. Wicitrawirya seorang yang lemah dan diperkirakan akan kalah dalam sayembara untuk mendapatkan seorang putri raja. Ketika Raja Kasi mengadakan sayembara bagi tiga putrinya, demi pengabdian kepada kerajaan Hastina, Bhisma ikut bertanding, menang dan memboyong ketiga putri untuk diberikan kepada Wicitrawirya. Dewi Ambalika dan Dewi Ambika menerima kondisi tersebut, akan tetapi Dewi Amba menolak, Dewi Amba hanya mau kawin dengan Bhisma. Bhisma mengatakan bahwa dirinya telah bersumpah tidak akan kawin demi keutuhan Hastina. Bhisma menakut-nakuti Dewi Amba dengan anak panah yang secara tidak sengaja terlepas dan membunuh Dewi Amba. Bhisma tertegun, demi Hastina tanpa sengaja dia telah membunuh seorang putri, Bhisma sadar dia pun harus terbunuh oleh seorang putri juga nantinya.

Pengabdian Bhisma rupanya hampir sia-sia, karena Wicitrawirya pun meninggal sebelum memberikan putra. Akhirnya Abyasa putera Durgandini dengan Parasara diminta Dewi Durgandini menikahi Dewi Ambalika dan Dewi Ambika. Abyasa patuh terhadap ibunya walau tidak ikhlas memperistri mereka. Abyasa membuat dirinya berwajah mengerikan, sehingga ketika berhubungan suami istri Dewi Ambalika menutup mata, dan lahirlah Destarastra yang buta. Sedangkan Dewi Amba melengoskan leher dan pucat pasi melihat wajah Abyasa yang mengerikan, sehingga lahirlah Pandu yang ‘tengeng’, lehernya miring dan pucat.

Ambisi Dewi Durgandini untuk membuat anak keturunannya menjadi raja dalam perjalanannya mengalami banyak hambatan, bahkan akhirnya telah mengakibatkan anak cucunya melakukan perang saudara dalam bharatayuda yang menghancurkan dunia. Pandawa dan keturunannya RajaParikesit pun sebetulnya merupakan anak keturunan Dewi Kunti yang menggunakan mantra pembuat keturunan dari Resi Durwasa tanpa hubungan suami istri dengan Pandu, cucu Dewi Durgandini. Anak keturunan Dewi Durgandini lewat Destarastra pun punah akibat perang bharatayuda. Perkawinan awal Dewi Durgandini dengan Parasara, yang tanpa nafsu duniawi dan penuh kasih telah melahirkan Bhagawan Abyasa yang akan dikenang sepanjang masa sebagai penulis kitab Mahabharata dan kitab Veda. Hasrat nafsu yang membara dan suasana kasih menghasilkan manusia yang berbeda karakternya.

Cerita Raja Drestarastra dari Hastina yang kehilangan seratus putranya

Konon Prabu Duryudana bertanya kepada Prabu Kresna, mengapa ia yang buta dan tak pernah membunuh bisa mengalami kejadian 100 putranya dibunuh. Prabu Kresna menjawab, bahwa dalam ‘past lifes’, kehidupan-kehidupan sebelumnya dia pernah membunuh 100 anak burung yang berada dalam sarangnya, dan juga pernah menusuk mata burung sehingga menjadi buta. Sebagai contoh lainnya adalah Resi Bhisma yang Agung yang konon dalam kehidupan sebelumnya pernah menusuk tubuh semut dengan jarum dan itulah sebabnya dia harus tidur di atas panah selama beberapa hari sebelum meninggal. Bahkan Prabu Kresna sendiri harus mati terbunuh oleh pemburu yang memanah  kakinya yang terjuntai yang terlihat sebagai binatang. Konon Prabu Kresna pun harus menyelesaikan hukum sebab akibat dalam kehidupan sebelum nya sewaktu  menjadi Sri Rama yang memanah Raja Kera Subali. Konon beberapa orang selamat dari karma kejahatan dalam satu masa kehidupannya, karena dia diselamatkan sejumlah karma baiknya. Akan tetapi ibarat senjata cakra yang mengejar siapa pun yang ditujunya, maka pelaku perbuatan tersebut pada suatu saat akan menerima akibatnya pula. Seorang Guru Sejati Masa Kini memberi nasehat lewat ‘wisdom’‘Kebaikan yang kau lakukan pasti kembali padamu. Begitu jua dengan kejahatan. Kau dapat menentukan hari esokmu, penuh dengan kebaikan atau sebaliknya’. ‘Kenapa mesti menangisi nasib? Kau adalah penentu nasibmu sendiri. Apa yang kau alami saat ini adalah akibat dari perbuatanmu di masa lalu. Apa yang kau buat hari ini menentukan nasibmu esok’. Kisah Prabu Kresna dapat dilihat pada artikel ‘Kresna Duta Utusan Pemberi  Peringatan Sebelum Kebenaran Ditegakkan’ dalam blog tersebut di bawah.

Kesadaran itu membuat kita sadar untuk menerima segala yang harus terjadi sebagai datangnya panen dari benih yang telah kita tanam sebelumnya. Yang penting adalah mulai saat ini kita harus menanam benih dengan penuh kesadaran. Sampai suatau saat kita sadar siapakah sejatinya kita ini? Untuk apa lahir di dunia ini? Terima Kasih Guru yang telah memberi semangat untuk menyuarakan kebenaran, jangan terpengaruh oleh diterima atau tidaknya suara yang kita sampaikan. Demikianlah pemahaman kami sampai saat ini.

Posted in Mahabharata | Leave a comment

Raja Puru

Pada suatu sore, dimana matahari mulai terbenam, Prabu Yayati melamun sambil melihat kelelawar-kelelawar yang keluar dari pupus-pupus daun pisang. Lalu putra bungsunya (Puru) dipanggil. Setelah Puru dating berkatalah Prabu Yayati:

“Oh putraku Puru, ternyata engkau adalah satu-satunya putraku yang telah mengorbankan diri demi ayahmu, milikmu yang paling berharga. Oh anakku saying, ternyata bahwa nafsu-nafsu angkara, nafsu-nafsu birahi, nafsu-nafsu syahwat, tidak akan puas hanya dengan melampiaskannya. Nafsu yang diumbar, ternyata bukan makin padam, tetapi justru makin berkobar. Laksana bola salju. Makin digulung dan makin jauh menggelinding, dia makin besar. Kini aku tahu, bahwa dengan melampiaskan hawa nafsu tidak membawa kedamaian hidup. Ternyata kedamaian hanya dapat dicapai dan diterima dengan jalan cinta kasih dan keseimbangan jiwa, mestinya sejak semula aku harus bersikap : Dengan tulus ikhlas menerima nasib. Jika mengalami kehilangan tanpa menyesal, menerima dengan kesabaran hati apa bila menghadapi pengalaman yang mengganggu bahkan dihina sekalipun. Dan ketiga, dengan rela dan rendah hati menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

Itulah jalan yang paling bahagia. Bagiku sekarang hanyalah menyingkiri, kuasa menahan dan memusnahkan hawa nafsu-nafsu jahatku. Itulah suatu jalan yang akan kutempuh, agar aku dapat hidup damai dan mendapat Rahmat Tuhan. Karena itu, Oh Puru: Ambillah kembali ke”muda”anmu dari diriku dan sekarang perintahlah kerajaan ini dengan bijaksana adil paramarta, agar rakyatmu patuh, setia (saiyeg seaka kapti) menjunjung titahmu”.

Maka Prabu Yayati memeluk anak bungsunya (Puru) untuk menerima kembali ketuaannya. Dan sat itu juga, Prabu Yayati menyerahkan kembali kemudaannya kepada putranya. Beberapa waktu kemudian Prabu Puru dinobatkan menjadi Raja di Astinapura. Dan Raja Puru inilah yang nantinya menurunkan bangsa Puru atau bangsa Kuru yang kemudian menurunkan Kurawa. Kelak Prabu Kuru mempunyai putra bernama Dusmanta. Prabu Dusmanta kawin dengan Sakuntala kemudian melahirkan Bharata. Dan Bharata inilah nantinya akan melahirkan keluarga besar Bharata atau Maha Bharata.

Bharata menurunkan Kuru, Kuru menurunkan Pratip, Pratipa menurunkan Sentanu, Sentanu menurunkan Bisma.

Nah, sekarang kiranya menjadi jelas. Bahwa menurut versi Maha Bharata pemilik negara Astina itu adalah Prabu Nahusa. Prabu Yayati, Puru, Dusmanta, Bharata, Kuru, Pratipa, Hasti, Sentanu, sampai kepada Bisma.

Sedangkan menurut versi Pustaka Raja Purwa pemilik dan pencipta kerajaan Astina adalah Palasara, Abiyasa, Pandu, Duryudana dan Yudistira kemudian Parikesit.

Nah, inilah manusia hidup. Menurut anthropologis (filsafat manusia), bahwa manusia hidup itu terdiri dari jasmani (raga) dan rohani (jiwa) serta dilengkapi dengan lima nafsu yaitu: amarah, sufiah, aluamah, mulhimah, dan mutmainah. Atau cairan yang mengalir pada badan manusia itu ada lima macam yaitu: darah merah, kuning, hitam, hijau dan putih. Yang ideal adalah, kalau jumlah nafsu-nafsu itu (harus) seimbang. Sebab kalau banyak darah merahnya, manusia akan menjadi pemarah, serakah dan rakus.

Begitu pula sebaliknya kalau banyak putihnya akan menjadi orang suci atau negatifnya akan menjadi fatalis (mungsaderma).

Karena manusia itu juga terdiri dari unsure wadag atau bersifat jasmaniah, maka orang hidup harus makan. Namun dalam menghadapi makan perlu mempunyi sifat distansi (jarak) dan moderasi (menguasi diri). Pendeknya ada aturannya, tidak asal makan. Makan adalah untuk hidup. Supaya sehat, maka hidup itu perlu dan harus makan, namun bukan hidup untuk makan.

Jelasnya, lihat binatang kalau sedang makan. Binatang itu selalu tergesa-gesa dan hanyut serta tenggelam dalam makanan, akhirnya dia juga dimakan (dikuasi) oleh makanan. Ia membabi buta, seperti besok tidak ada hari lagi. Dan sambil “nggereng” mencengkeram makanannya, bahkan apa bila ada yang mendekat dan mengganggu dia menyerang (homo-homo mini lupus).

Sedangkan manusia tidaklah demikian. Kita memiliki sopan santun dan cara makan, karena itu sungguh tepat kalau Wulangreh memberi petunjuk:

“Pada gulangening kalbu, ing sasmita amrih lantip, aja pijer mangan nendra, ing kaprawiran den kaesti, pesunen sariranira, cegah dahar lawan guling”.

Yang artinya:

“Latihlah dirimu agar supaya menjadi cerdas dalam sasmita (awas dan waspada). Jangan hanya hanyut menuruti nafsu perut (makan) dan nafsu tidur (syahwat). Tetapi usahakan “watak perwira” ini dengan jalan mencegah (mengurangi) nafsu perut dan nafsu tidur”.

Nah, begitulah kira-kira maksud dari nenek moyang yang sudah tahu akan bahaya yang akan terjadi, kalau manusia kelewat bebas dan batas dalam memenuhin kebutuhan jasmaniah dan lahiriahnya. Makin dilampiaskan nafsu jahatnya, makin berkobarlah nafsu-nafsu itu membakar musnah hidupnya sendiri.

Posted in Mahabharata | 2 Comments

Sakuntala, Ibu Bharata Raja Besar di Astinapura

Siapakah Bharata yang disebut-sebut dalam Mahabharata itu? Begitulah kira-kira isi surat-surat pembaca yang ingin mengetahui sejarahnya.

Syahdan, suatu tempat pertapaan yang begigtu tenang dan damai, sehingga kijang-menjangan dapat hidup berdampingan dengan singa dan macan yang buas. Semua itu seolah-olah karena pengaruh sianr sucinya pertapaan. Segala yang pada mulanya bengis, kejam, buas dan rakus, berubah menjadi sejuk, nyaman, rukun dan tenang penuh kedamaian.

Siapakah gerangan pertapa besar yang bersemayajm di situ? Ia adalah Begawan Kanwa yang hidup bersama dengan seorang anak gadisnya, Sakuntala namanya. Sakuntala yuang cantik adalah anak angkat dari Begawan Kanwa. Semula Sakuntala adalah putrid Prabu Wismamitra yang lahir dari rahim bidadari Menaka. Yaitu, dikala Prabu Wismamitra sedang bertapa menjauhkan diri dari keduniawian, sekonyong-konyong melihat kedatangan bidadari Menaka yang tersingkap kainnya oleh hembusan angina yang nakal, sehingga Wismamitra sampai tak dapat mengendalikan dirinya. Ia takluk kepada keinginannya untuk segera menghisap madunya Batari Menaka. Pendek kata betari Menaka kemudian melahirkan seorang bayi wanita yang kemudian diberi nama Sakuntala. Setelah sang bayi lahir, maka kembalilah Menaka ke Kahyangan dan Sakuntala ditinggalkan sendirian di tepi sungai Malini. Kelihatannya kejam dan tak bertanggung jawab, tetapi memang itulah yang disebut “laku”.

Pada suatu hari, ketika Begawan Kanwa sedang santai di sungai Malini, sangat terkejut setelah mehilat bayi yang sedang disuapi oleh burung-burung penghuni hutan dengan penuh kasih sayang. Maka diambillah Sakuntala dan dibawa pulang ke pertapaan dan diasuh sebagai anaknya sendiri.

Demikianlah Sakuntala bercerita kepada raja Astina Prabu Dusmanta yang singgah di pertapaan begawan Kanwa. Prabu Dusmanta yang sudah terkena panah asmaranya Sakuntala tak dapat menahan diri, maka bersabdalah ia:

“Sakuntala putri begawan yang suci, perkenankanlah aku melamarmu untuk menjadi suami sang putri”.

Semula lamaran sang Prabu ini ditolak, akan tetapi karena desakan yang tak dapat ditolak, maka berkatalah Sakuntala:

“Ya Tuanku, hamba bersedia menjadi permaisuri baginda, tetapi kelak apabila dari pernikahan kita ini lahir seorang putra, hendaklah dinobatkan menjadi raja Astinapura sebagai pengganti sang Prabu”.

Tanpa berkata dipeluknya Sakuntala dan pernikahan gandarwa dilangsungkan. Setelah sang Prabu Dusmanta tinggal beberapa saat di pertapaan, maka ia berpamit hendak pulang ke istana. Ia berjanji bahwa Sakuntala akan segera dijemput untuk diboyong ke Astina.

Sakuntala sangat sedih dan malu atas semua perbuatannya itu, sehingga tak berani menyongsong kedatangan begawan Kanwa, karena ia mengira, pasti ayahnya telah mengetahui apa yang terjadi terhadap dirinya. Dengan bijaksana begawan Kanwa berkata dengan lemah lembut:

“Oh anakku Sakuntala, kau tidak salah. Anak yang kau kandung itu kelak akan menjadi manusia besar sepanjang sejarah. Semua ini adalah sudah kehendak Dewata”.

Sakuntala bersujud sambil menangis dan menciumi kaki ayah angkatnya. Ringkasnya, setelah Sembilan bulan, lahirlah seorang bayi laki-laki yang pekik, tegap, sigap, pantas sekali calon manusia besar. Oleh ibunya ia diberi nama Sarwadamana yang artinya ; manusia kuat penakluk binatang buas.

Tetapi setelah selang beberapa tahun lamanya, jemputan dari Prabu Dusmanta tak kunjung dating, maka atas titah Begawan Kanwa, Sakuntala berangkat ke negeri Astinapura untuk mempersembahkan Sarwadamana di hadapan Prabu Dusmanta. Setelah menghadap berkatalah Sakuntala:

“Baginda yang mulia, ini adalah putra baginda hasil perkawinan gandarwa kita berdua. Angkatlah Sarwadamana sebagai raja Astina pengganti baginda”.

Dengan muka marah merah padam berkatalah Prabu Dusmanta:

“Hai wanita tak tahu malu! Hentikan kata-katamu yang kurang ajar itu. Bagaimana mungkin aku seorang raja agung dapat beristerikan wanita hina seperti kau ini”.

Belum sampai selesai Prabu Dusmanta berkata, tiba-tiba ada suara gaib terdengar menggema di angkasa yang dapat didengar oleh sang Prabu dan menteri-menteri dalam kabinetnya:

“Hai Prabu Dusmanta, janganlah ragu-ragu. Anak ini adalah benar-benar putramu”.

Maka seluruh hadirin menjadi riang gembira dan Sakuntala diangkat menjadi permaisurinya yang syah dengan upacara yang meriah, sedang Sarwadamana dinobatkan menjadi Adipati dan oleh baginda diberi nama Bharata. Mulai saat itulah Bharata menajdi raja muda di Astina dan pemimpin besar dunia. Bharata inilah yang seterusnya menurunkan darah Bharata yang besar dan megah sepanjang jaman. Bharata berarti Mahatman atau Terpuji, yang kelak ia menurunkan Prabu Hastin, kemudian Prabu Kurupratipa baru kemudian lahir manusia besar Prabu Sentanu.

Dalam pedalangan wayang kulit purwa, pada umumnya hanya Sentanulah yang dikenal. Ia bukan sebagai pemilik negara Astina, tetapi sebagai peminjam negara Astina. Sedang kalau menurut Mahabharata lain lagi ceritanya:

Di kala raja Astina Prabu Kurupratipa sedang bertapa tiba-tiba datanglah batari Gangga. Ia duduk di pangkuannya sebelah kiri. Cara duduk Batari Gangga ini memberikan petunjuk kepada Prabu Kurupati, bahwa ia bukan jodohnya, tetapi calon menantunya. Karena itu setelah Prabu Kurupratipa mempunyai seorang anak laki-laki bernama Sentanu, maka Sentanui dikawinkan dengan Batari Gangga. Dan Sentanu inilah sebenarnya pemilik dan pewaris Negara Astina yang nanti diperebutkan cucu-cucunya, yakni: Kurawa dan Pandawa.

Bagaimana kisah Sentanui dan Batari Gangga baiklah kita ikuti kisah selanjutnya…..

Posted in Mahabharata | Leave a comment

Kisah Sebelum Mahabharata

Kisah Prabu Jayati

wayang-sejarah

Siapa sih sesungguhnya nenek moyang Pandawa dan Kurawa itu ?
Versi ceritanya dalam dunia pewayangan cukup banyak, tapi supaya tidak bingung kita gunakan hanya versi Mahabharata saja.

Cikal bakal nenek moyang Pandawa dan Kurawa adalah Prabu Nahusa dan Sang Prabu ini mempunyai seorang putra bernama Prabu Jayati. Jayati adalah seorang satria yang soleh, tampan dan sakti, memerintah Hastinapura dengan adil, membawa kemakmuran dinegaranya. Permaisurinya bernama Dewayani, putri dari pendeta Resi Sukra.

Dewayani mempunyai seorang dayang yang sangat cantik, sexy dan genit bernama Sarmista membuat semua cowok menelan liur setiap kali berpapasan dengannya apalagi kena kerlingan mata dan lemparan senyumnya, tidak jarang membuat senjata mereka siap tempur dalam kondisi siaga empat.

Kesalahan Dewayani adalah membawa si cantik molek ini kedalam lingkungan paling dalam di kerajaan, sehingga si cantik molek sering ikut ngurusin sang Prabu disaat Dewayani sibuk dengan urusan Ibu-ibu Dharma Wanita. Prabu Jayati pun tidak tahan dan akhirnya sering mengadakan high level meeting dengan Sarmista. Namun karena keseringan meeting maka level siaganya terhadap permaisuri Dewayani pelan-pelan turun ke hanya level siaga satu saja.

Hobby dari Sang Prabu Jayanti adalah berkebun dan dikebun sinilah Sarmista selalu menemui Jayanti untuk bersama-sama bercocok tanam, hobby yang sangat digemari oleh mereka berdua. Karena seharian lelah berkebun maka tiap malam kesiagaan sang Prabu hanya bisa mencapai tingkat siaga satu saja. Setelah berminggu-minggu akhirnya Dewayani merasa rindu dan ingin lebih dekat dengan suaminya. Suatu hari ia putuskan untuk absent dari memimpin rapat Dharma Wanita. Dewayani kemudian masuk ke kebun kerajaan berjalan mengendap-endap mau bikin surprise suaminya. Ditaman yang luas ini Dewayani merasa heran koq sepi sekali tidak ada kang kebon istana, tapi tetep saya ia meneruskan niatnya untuk bikin surprise sang Prabu, melangkah dengan sangat berhati-hati tidak menimbulkan suara.

Setibanya di pendopo ditengah-tengah taman kerajaan, bukannya mau bikin surprise, tapi Dewayani sendiri yang mendapatkan surprise, melihat Sang Prabu sedang asik menanam Singkong dikebunnya Sarmista. Melihat itu Dewayani berteriak dan kabur untuk mengadu pada ayahnya resi Sukra. Sedangkan Sang Prabu kaget terpelanting mendadak diteriakin, pohon singkong yang baru ditanamnya ikut tercabut hampir patah kena gagang pacul.

Resi Sukra yang mendengar kasus tanam singkong ini walaupun sebagai seorang resi bisa menahan emosi secara lahiriah, tapi bathinnya tetap sakit dan keluarlah kutukan dari mulutnya :

“Wahai Sang Maha Raja tuanku Prabu Jayanti, ternyata paduka telah kehilangan kehormatan paduka, kemegahan bahkan keremajaan paduka.”
Resi Sukra menjawab : Wahai paduka yang mulia, Maha Raja Jayati, “Kutuk Pastu” itu tidak bisa dibatalkan, kecuali bila ada seseorang yang bersedia untuk menukar ketuaanmu dengan kemudaannya.

Sang Prabu menjadi remuk redam semua perasaan menyatu didalam dirinya, rasa cemas, ngeri dan hina. Ia masih menginginkan kemewahan, kemegahan terutama keberahian. Maka dia pergi ke semua salon kecantikan dikerajaannya, mulai dari Bekasi sampai ke Condet semua dukun kecantikan didatanginya. Segala treatment dicoba mulai dari Janson Beckett’s anti-wringkle cream sampai ke Clinique anti-aging cream dipakainya, demikian juga semua pil kuat diminumnya mulai dari pilsener sampai ke pilkada dicobanya. Namun semuanya sia-sia belaka. Akhirnya ia memutuskan untuk memanggil kelima anak laki-lakinya untuk dimintai tolong, katanya:

Hai anak-anakku, aku masih ingin kekuasaan, kemegahan, kemudaan, keberahian, karena itu salah satu dari kalian harus memikul penderitaanku dengan cara mengambil ketuaanku dan memberikan keremajaanmu kepadaku.

Tentu saja mendengar permintaan ayahnya itu para putra tersebut menjadi bengong dan terkejut, koq ada orang tua yang gak tahu diri ya pikir mereka. Setelah diam sejenak akhirnya anak yang tertua berkata dengan lantang: Oh Ayahandaku, hambapun masih ingin menikmati keremajaan, kalau wujud hamba menjadi tua dan keriput, gadis mana yang mau mendekati diri hamba? Coba tanyakan kepada adik-adik hamba, mungkin ada yang mau. (Di zaman itu belum ada Ferrari atau Aston Martin jadi belum ada cewe bensin, kalo sekarang sih gak masalah mau keriput kayak apapun asal duitnya mulus aja, lihat aja Prabu Hugh Heffner di Kerajaan Ameripura).

Demikian pula dengan anak yang kedua, ketiga dan ke empat semua jawabannya sama, semua menolak menjadi tua pada takut kehilangan bahenol-bahenol. Akhirnya tiba giliran pada putra bungsunya yang bernama Pangeran Puru. Putra bungsu ini tidak tahan melihat penderitaan ayahnya maka sambil bersujud dikaki ayahnya ia berkata:

Oh Ayahanda Maha Raja Agung di bumi Hastinapura, hamba dengan rela dan senang hati memberikan kepada ayah kemudaan hamba, agar ayahanda terbebas dari penderitaan dan cengkeraman segala kepedihan, ayahanda berkuasalah dan berbahagialah memerintah negeri Hastinapura ini.

Prabu Jayati merasa kagum dan terharu kemudian memeluk dan menciumi anak bungsu ini dengan penuh rasa kasih sayang. Seketika ia menyentuh tubuh anaknya, saat itu pula ia menjadi muda belia kembali seperti sedia kala. Gagang kempul yang sedang dikantongi ikut mecotot keluar seperti the Incredible Hulk karena pakaiannya mendadak menjadi sempit. Sedangkan Pangeran Puru tubuhnya berubah menjadi seorang tua kempot peyot dengan baju kedodoran tidak sesuai dengan usianya.

Prabu Jayati kembali cool, menikmati hidup sepuasnya, melampiaskan semua keinginan, termasuk hobby bercocok tanam. Kebun istana diperluas sehingga Sang Prabu bisa bercocok tanam dimana saja. Disamping tanam singkong Sang Prabu juga doyan mecah duren, pohon duren banyak menghiasi kebun dan durennya manis-manis serta harum, menyebarkan bau yang sangat sedap merangsang indera apalagi kalau sedang direkah.
Sarmista yang cantik molek ini sekarang dibantu oleh asisten-asisten yang tidak kalah moleknya melengkapi koleksi kebun papaya Sang Prabu dengan beberapa jenis papaya unggulan. Kita mengenalnya sekarang sebagai papaya Bangkok, besar, kenyal dan manis.
Hastinapura menjadi kaya raya dengan buah-buahan mungkin kalau di jaman modern ini mirip seperti Bangkok. Berbagai ragam buah ada dan semuanya adalah jenis unggulan. Panen selalu berlebih hingga buah-buahan itu bisa di ekspor mendatangkan devisa tambahan. Kwalitas buahnya sangat tinggi karena quality controlnya ditangani sendiri oleh pakar buah Sang Prabu Jayati. Ke empat putranya yang masih perkasa diberi tugas sebagai Duta Besar melakukan marketing di negara tetangga.

Siang ini suasana di Negara Hastinapura sangat tenang, Sang Prabu sedang menjalankan tugas rutin melakukan pengecekan kwalitas duren untuk di ekspor, sambil jongkok-jongkok sang Prabu asyik menciumi aroma duren satu per satu. Karena heningnya suasanya jelas terdengar nafas Sang Prabu asyik ngicipi duren …… tanpa disangka jendela pendopo mendadak terbuka dan dari balik jendela terdengar suara halus JENGATNO …. JENGATNO!!! … Sang Prabu terperanjat kemudian memandang kebawah sejenak … agak heran tapi sebel lalu berkata … Lha wis jengat pol begini … mau jengat gimana lagi … ?

Mendengar omelan Sang Prabu … tak lama dari balik jendela muncul seraut wajah jelita yang tak lain adalah Sarmista yang sedang disuruh permaisuri Dewayani untuk mencari sekertarisnya mbak Ngatno. Sarmista kemudian menjawab “maaf kakang Prabu … saya sedang mencari Jeng Ngatno … tadi Jeng Ngatno janji pada Ibu mau bantuin ngetik risalah rapat”. “Udah tinggalin aja dulu, Ibu dah banyak yang bantu, kamu bantu aku disini”, maka terjadilah pesta duren di pendopo istana.

Menjelang sore hari, matahari terbenam merubah warna langit menjadi lembayung. Prabu Jayati duduk termenung memandangi rombongan burung bangau dan belibis terbang kembali kesarangnya melintasi langit yang indah seolah-olah sebuah karya seni yang sengaja dibuat oleh tangan ahli seorang pelukis. Sarmista setia menemani Sang Prabu, mencuci ketimun dan membersihkan rambutan sebelum dikemas.

Kepakan sayap sekelompok kelelawar terbang rendah keluar dari pupus-pupus daun pisang dikebun membuat Prabu Jayati terhentak dari lamunannya. Teringat kepada putra bungsu yang setia dan penuh bakti, lalu sang Prabu memerintahkan asisten Sarmista untuk memanggil pangeran Puru.

Setelah Pangeran Puru datang, berkatalah sang Prabu:
Oh putraku Puru, engkau adalah satu-satunya putraku yang telah rela mengorbankan diri demi ayahmu. Milikmu yang paling berharga kau berikan tanpa pamrih. Oh anakku sayang, sekarang ayah sadari bahwa nafsu angkara, nafsu birahi, nafsu syawat tidak akan berhenti melalui pelampiasan.
Semakin dilampiaskan bukan semakin padam tapi justru semakin berkobar. Kini aku tahu bahwa dengan melampiaskan hawa nafsu tidak akan membawa diri ini pada kedamaian hidup. Mestinya sejak semula aku sudah menyadarinya namun aku biarkan diriku tenggelam dalam lautan ego ku.

Pangeran Puru sambil bersujud mengatakan pada sang Prabu:
Oh ayahanda tercinta, bukankah ayahanda yang mengajarkan pada ananda untuk selalu “Tulus iklas menerima nasib, bila kehilangan jangan disesali, menerima hinaan dengan kesabaran hati, rela dan rendah hati berserah diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa”.

Sang Prabu sangat terharu mendengar ucapan anaknya, dan menyadarkan dirinya bahwa ternyata umur bukan menjadi ukuran tingkat kedewasaan seseorang. Seluruh tubuhnya merasa hangat dipenuhi rasa bangga terhadap putra bungsunya yang tidak saja menunjukkan sikap dewasa namun juga sifat bijaksana yang sangat dalam, membuatnya sadar bahwa diantara putranya hanya Puru lah yang akan mampu membawa kebaikan bagi kerajaannya.

Selanjutnya sang Prabu berkata: Oh Puru, terimalah kembali kemudaanmu dan perintahlah kerajaan ini dengan bijaksana dan adil. Kemudian sang Prabu memeluk putra bungsunya. Dan disaat itu juga pangeran Puru berubah menjadi muda dan gagak sedangkan Prabu Jayanti menjadi tua renta.

Pangeran Puru kemudian dinobatkan sebagai raja Hastinapur, memerintah dengan baik sedangkan Prabu Jayanti bertapa dihutan untuk memusnahkan segala hawa nafsunya dalam usahanya menjadi manusia sempurna.

Prabu Puru kelak mempunyai anak bernama Dusmanta, dan Dusmanta menikah dengan Sakuntala, dari pernikahan mereka lahir Bharata, pangkal dari cerita Mahabharata.

Posted in Mahabharata | Tagged , | Leave a comment

Ciranjiwin

Dalam Mitologi Hindu, Ciranjiwin (Sanskerta-tunggal: Ciranjivi; चिरंजीवी) adalah delapan makhluk abadi. Mereka adalah:

  1. Aswatama, manusia yang dikutuk oleh Kresna agar mengalami penderitaan abadi sampai akhir zaman Kaliyuga sehingga tidak memiliki rasa cinta terhadap siapapun karena membunuh kelima putra Pandawa dari yang sedang tidur dan berusaha membunuh cucu Arjuna (Parikesit) yang masih berada dalam kandungan.
  2. Hanoman, Wanara yang mengabdi kepada Rama.
  3. Kripacarya (Krepa), guru para pangeran dalam Mahabharata.
  4. Mahabali (raksasa Bali), Raja rakshasa yang menaklukkan surga, bumi, dan dunia bawah (patala), namun dipaksa oleh Wamana untuk menyerahkannya kembali.
  5. Markandeya, salah satu Resi muda yang kematiannya dicegah oleh Batara Siwa.
  6. Parasurama (Rama Parasu; Rama Bargawa), salah satu Awatara Wisnu. Seorang Brahmana yang memiliki kemampuan bertarung yang mumpuni, hanya bisa dikalahkan oleh Bisma.
  7. Wibisana, adik Rawana yang diangkat menjadi Raja Alengka oleh Rama.
  8. Wyasa (Bagawan Byasa; Abyasa), orang suci yang mengisahkan Mahabharata, sekaligus orang suci yang diceritakan dalam kisah tersebut.

Terdapat beberapa tokoh lain yang dikenal sebagai Ciranjiwin. Namun dalam Agama Hindu, “abadi” tidak berarti kekal. Bahkan segala sesuatu yang abadi dihancurkan pada saat akhir dunia. Yang kekal hanyalah Brahma, Wisnu dan Siwa yang merupakan Trimurti yaitu penjelmaan dari Brahman (Yang mutlak memiliki sifat berada dimana-mana), Sheshanaga (Ular abadi), dan Catur Weda. Pada akhir alam semesta yaitu masa berakhirnya satu Kalpa dan dimulainya Kalpa yang lain, rakshasa Hayagriva mencoba untuk menjadi kekal dengan “menelan” Weda sebagaimana ia mencoba keluar dari mulut Brahma, namun Weda dikembalikan oleh Wisnu – Matsya Awatara.

Referensi Wikipedia

Posted in Uncategorized | Tagged | Leave a comment

Riwayat Hidup Dropadi

Dropadi, Drupadi, atau Draupadi (Sanskerta: Draupadī) adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah puteri Prabu Drupada, raja di kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Dropadi adalah istri para Pandawa lima semuanya. Tetapi dalam tradisi pewayangan Jawa di kemudian hari, ia hanyalah permaisuri Prabu Yudistira saja.

Arti nama

Pada mulanya, Dropadi diberi nama “Kresna”, merujuk kepada warna kulitnya yang kehitam-hitaman. Dalam bahasa Sanskerta, kata “Krishna” secara harfiah berarti gelap atau hitam. Lambat laun ia lebih dikenal sebagai “Dropadi” (ejaan Sanskerta: Draupadī), yang secara harfiah berarti “puteri Drupada”. Nama “Pañcali” juga diberikan kepadanya, yang secara harfiah berarti “puteri kerajaan Panchala”. Karena ia merupakan saudari dari Drestadyumna, maka ia juga disebut “Yadnyaseni” (Yajñasenī).

Kelahiran

Dropadi merupakan anak yang lahir dari hasil Putrakama Yadnya, yaitu ritual untuk memperoleh keturunan. Dalam kitab Mahabharata diceritakan bahwa setelah Drupada dipermalukan oleh Drona, ia pergi ke dalam hutan untuk merencanakan pembalasan dendam. Kemudian ia memutuskan untuk memperoleh seorang putera yang akan membunuh Drona, serta seorang puteri yang akan menikah dengan Arjuna. Atas bantuan dari Resi Jaya dan Upajaya, Drupada melangsungkan Putrakama Yadnya dengan sarana api suci. Dropadi lahir dari api suci tersebut.

Perkawinan dengan para Pandawa

Dalam kitab Mahabharata versi India dan dalam tradisi pewayangan di Bali, Dewi Dropadi bersuamikan lima orang, yaitu Panca Pandawa. Pernikahan tersebut terjadi setelah para Pandawa mengunjungi Kerajaan Panchala dan mengikuti sayembara di sana. Sayembara tersebut diikuti oleh para kesatria terkemuka di seluruh penjuru daratan Bharatawarsha (India Kuno), seperti misalnya Karna dan Salya. Para Pandawa berkumpul bersama para kesatria lain di arena, namun mereka tidak berpakaian selayaknya seorang kesatria, melainkan menyamar sebagai brahmana. Di tengah-tengah arena ditempatkan sebuah sasaran yang harus dipanah dengan tepat oleh para peserta dan yang berhasil melakukannya akan menjadi istri Dewi Dropadi.
Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, namun satu per satu gagal. Karna berhasil melakukannya, namun Dropadi menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak mau menikah dengan putera seorang kusir. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Setelah Karna ditolak, Arjuna tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan sesuai dengan persyaratan, maka Dewi Dropadi berhak menjadi miliknya. Namun para peserta lainnya menggerutu karena seorang brahmana mengikuti sayembara sedangkan para peserta ingin agar sayembara tersebut hanya diikuti oleh golongan kesatria. Karena adanya keluhan tersebut maka keributan tak dapat dihindari lagi. Arjuna dan Bima bertarung dengan kesatria yang melawannya sedangkan Yudistira, Nakula, dan Sadewa pulang menjaga Dewi Kunti, ibu mereka. Kresna yang turut hadir dalam sayembara tersebut tahu siapa sebenarnya para brahmana yang telah mendapatkan Dropadi dan ia berkata kepada para peserta bahwa sudah selayaknya para brahmana tersebut mendapatkan Dropadi sebab mereka telah berhasil memenangkan sayembara dengan baik.
Setelah keributan usai, Arjuna dan Bima pulang ke rumahnya dengan membawa serta Dewi Dropadi. Sesampainya di rumah didapatinya ibu mereka sedang tidur berselimut sambil memikirkan keadaan kedua anaknya yang sedang bertarung di arena sayembara. Arjuna dan Bima datang menghadap dan mengatakan bahwa mereka sudah pulang serta membawa hasil meminta-minta. Dewi Kunti menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Panca Pandawa.

Upacara Rajasuya

Pada saat Yudistira menyelenggarakan upacara Rajasuya di Indraprastha, seluruh kesatria di penjuru Bharatawarsha diundang, termasuk sepupunya yang licik dan selalu iri, yaitu Duryodana. Duryodana dan Dursasana terkagum-kagum dengan suasana balairung Istana Indraprastha. Mereka tidak tahu bahwa di tengah-tengah istana ada kolam. Air kolam begitu jernih sehingga dasarnya kelihatan sehingga tidak tampak seperti kolam. Duryodana dan Dursasana tidak mengetahuinya lalu mereka tercebur. Melihat hal itu, Dropadi tertawa terbahak-bahak. Duryodana dan Dursasana sangat malu. Mereka tidak dapat melupakan penghinaan tersebut, apalagi yang menertawai mereka adalah Dropadi yang sangat mereka kagumi kecantikannya.
Ketika tiba waktunya untuk memberikan jamuan kepada para undangan, sudah menjadi tradisi bahwa tamu yang paling dihormati yang pertama kali mendapat jamuan. Atas usul Bisma, Yudistira memberikan jamuan pertama kepada Sri Kresna. Melihat hal itu, Sisupala, saudara sepupu Sri Kresna, menjadi keberatan dan menghina Sri Kresna. Penghinaan itu diterima Sri Kresna bertubi-tubi sampai kemarahannya memuncak. Sisupala dibunuh dengan Cakra Sudarsana. Pada waktu menarik Cakra, tangan Sri Kresna mengeluarkan darah. Melihat hal tersebut, Dewi Dropadi segera menyobek kain sari-nya untuk membalut luka Sri Kresna. Pertolongan itu tidak dapat dilupakan Sri Kresna.

Permainan dadu

Setelah menghadiri upacara Rajasuya, Duryodana merasa iri kepada Yudistira yang memiliki harta berlimpah dan istana yang megah. Melihat keponakannya termenung, muncul gagasan jahat dari Sangkuni. Ia menyuruh keponakannya, Duryodana, agar mengundang Yudistira main dadu dengan taruhan harta, istana, dan kerajaan di Indraprastha. Duryodana menerima usul tersebut karena yakin pamannya, Sangkuni, merupakan ahlinya permainan dadu dan harapan untuk merebut kekayaan Yudistira ada di tangan pamannya. Duryodana menghasut ayahnya, Dretarastra, agar mengizinkannya bermain dadu. Yudistira yang juga suka main dadu, tidak menolak untuk diundang.
Yudistira mempertaruhkan harta, istana, dan kerajaannya setelah dihasut oleh Duryodana dan Sangkuni. Karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, maka ia mempertaruhkan saudara-saudaranya, termasuk istrinya, Dropadi. Akhirnya Yudistira kalah dan Dropadi diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryodana. Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi, namun Dropadi menolak. Setelah gagal, Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Dropadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.

Kematian

Dalam kitab Mahaprasthanikaparwa diceritakan, setelah Dinasti Yadu musnah, para Pandawa beserta Dropadi memutuskan untuk melakukan perjalanan suci mengelilingi Bharatawarsha. Sebagai tujuan akhir perjalanan, mereka menuju pegunungan Himalaya setelah melewati gurun yang terbentang di utara Bharatawarsha. Dalam perjalanan menuju ke sana, Dropadi meninggal dunia.

Suami dan keturunan

Dalam kitab Mahabharata versi aslinya, dan dalam tradisi pewayangan di Bali, suami Dropadi berjumlah lima orang yang disebut lima Pandawa. Dari hasil hubungannya dengan kelima Pandawa ia memiliki lima putera, yakni:

  1. Pratiwinda (dari hubungannya dengan Yudistira)
  2. Sutasoma (dari hubungannya dengan Bima)
  3. Srutakirti (dari hubungannya dengan Arjuna)
  4. Satanika (dari hubungannya dengan Nakula)
  5. Srutakama (dari hubungannya dengan Sadewa)

Kelima putera Pandawa tersebut disebut Pancawala atau Pancakumara.

Dropadi dalam pewayangan Jawa

Dalam budaya pewayangan Jawa, khususnya setelah mendapat pengaruh Islam, Dewi Dropadi diceritakan agak berbeda dengan kisah dalam kitab Mahabharata versi aslinya. Dalam cerita pewayangan, Dewi Dropadi dinikahi oleh Yudistira saja dan bukan milik kelima Pandawa. Cerita tersebut dapat disimak dalam lakon Sayembara Gandamana. Dalam lakon tersebut dikisahkan, Yudistira mengikuti sayembara mengalahkan Gandamana yang diselenggarakan Raja Dropada. Siapa yang berhasil memenangkan sayembara, berhak memiliki Dropadi. Yudistira ikut serta namun ia tidak terjun ke arena sendirian melainkan diwakili oleh Bima. Bima berhasil mengalahkan Gandamana dan akhirnya Dropadi berhasil didapatkan. Karena Bima mewakili Yudistira, maka Yudistiralah yang menjadi suami Dropadi. Dalam tradisi pewayangan Jawa, putera Dropadi dengan Yudistira bernama Raden Pancawala. Pancawala sendiri merupakan sebutan untuk lima putera Pandawa.
Terjadinya perbedaan cerita antara kitab Mahabharata dengan cerita dalam pewayangan Jawa karena pengaruh perkembangan agama Islam di tanah Jawa. Setelah kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu runtuh, munculah Kerajaan Demak yang bercorak Islam. Pada masa itu, segala sesuatu harus disesuaikan dengan hukum agama Islam. Pertunjukan wayang yang pada saat itu sangat digemari oleh masyarakat, tidak diberantas ataupun dilarang melainkan disesuaikan dengan ajaran Islam. Menurut hukum Islam, seorang wanita tidak boleh memiliki suami lebih dari satu. Maka dari itu, cerita Dewi Dropadi dalam kitab Mahabharata versi asli yang bercorak Hindu menyalahi hukum Islam. Untuk mengantisipasinya, para pujangga ataupun seniman Islam mengubah cerita tersebut agar sesuai dengan ajaran Islam.

Posted in Mahabharata | Tagged | Leave a comment

Riwayat Hidup KRESNA

RIWAYAT HIDUP KRESNA

Kresna (Dewanagari: कृष्ण; : kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri,[1] dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.[2] Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.

Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis.[3] Berbagai tradisi menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak, tukang kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa.[4] Kehidupan Kresna dibahas dalam beberapa susastra Hindu, yaitu Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, dan Wisnupurana.
Pemujaan terhadap dewa atau pahlawan yang disebut Kresna—dalam wujud Basudewa, Balakresna atau Gopala—dapat ditelusuri sampai awal abad ke-4 SM. Pemujaan Kresna sebagai Swayam Bhagawan, atau Tuhan Yang Mahakuasa, yang dikenal sebagai Kresnaisme, muncul pada Abad Pertengahan dalam situasi Gerakan Bhakti. Dari abad ke-10 M, Kresna menjadi subjek favorit dalam seni pertunjukan. Tradisi pemujaan di masing-masing daerah mengembangkan berbagai macam wujud/aspek Kresna seperti Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra dan Shrinathji di Rajasthan. Sekte Gaudiya Waisnawa yang terpusat pada pemujaan kepada Kresna didirikan pada abad ke-16, dan sejak tahun 1960-an juga telah menyebar di Dunia Barat, sebagian besar disebabkan oleh organisasi Masyarakat Internasional Kesadaran Kresna (International Society for Krishna Consciousness – ISKCON).[5]

Kresna (Mahabarata) dijawa termashur dengan nama mudanya sebagai Narayana. Ia adalah saudara kembar Kakrasana/Karsana (Mahabarata) atau Prabu Baladewa raja Mandura.

Kresna adalah Putra Prabu Basudewa raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Mahindra. Adik wanitanya yang terkenal, bernama Dewi Sumbadra, Putri Prabu Basudewa dengan permaisuri Dewi Badrahini. Dari permaisuri Dewi Maerah, Prabu Basudewa mempunyai putra laki-laki sebagai akibat Cidraresmi Prabu Gorowangsa yang beralih rupa menjadi Prabu Basudewa. Putra tersebut terkenal dengan nama Kangsa/Kangsadewa.

Nama dan gelar  

 Dalam aksara Dewanagari, kṛṣṇa ditulis (dibaca [kr̩ʂɳə]). Dalam aksara Jawa dan Bali, huruf vokal tersebut dialihaksarakan sebagai Pa cerek (Bali: Ra repa) yang melambangkan bunyi /rə/ daripada /r̩/ (ditulis dengan huruf Latin “Re”), karena bunyi /r̩/ tidak terdapat dalam bahasa Jawa dan Bali. Maka dari itu kata dialihaksarakan menjadi “Kresna”

Kata kṛṣṇa dalam bahasa Sanskerta pada dasarnya merupakan kata sifat yang berarti “hitam”, “gelap” atau “biru tua”. Kata tersebut berhubungan dengan kata čьrnъ (crn, ‘hitam’) dalam rumpun bahasa Slavia. Sebagai kata benda feminin, kata kṛṣṇā digunakan dengan makna “malam, hitam, kegelapan” dalam kitab suci Regweda, dan sebagai iblis atau jiwa kegelapan dalam mandala (bab) IV Regweda. Untuk nama diri, kata Kṛṣṇa muncul dalam mandala VIII sebagai nama seorang penyair. Sebagai salah satu nama Wisnu, kata “Kṛṣṇa” terdaftar sebagai nama ke-57 dalam kitab Wisnu Sahasranama (Seribu Nama Wisnu). Berdasarkan nama tersebut, Kresna seringkali digambarkan dalam arca dengan kulit hitam maupun biru.
Kresna juga dikenal dengan berbagai macam nama, julukan, dan gelar, yang mencerminkan berbagai atribut dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dalam kitab Mahabarata dan Bhagawadgita, Kresna disebut dengan berbagai nama, sesuai karakteristiknya. Beberapa nama tersebut diantaranya: Acyuta (yang kekal; teguh); Arisudana (penghancur musuh); Bagawan (Yang Mahakuasa); Gopala (pelindung sapi); Gowinda (penggembala sapi); Hresikesa (penguasa indria); Janardana (juru selamat umat manusia); Kesawa (yang berambut indah); Kesinisudana (pembunuh raksasa Kesi); Madawa (suami dewi keberuntungan); Madusudana (pembunuh raksasa Madhu); Mahabahu (yang berlengan perkasa); Mahayogi (rohaniwan agung); Purusottama (manusia utama, yang berkepribadian paling baik); Warsneya (keturunan Wresni); Basudewa; Wisnu; Yadawa (keturunan Yadu); Yogeswara (penguasa segala kekuatan batin).
Di antara berbagai namanya, yang terkenal adalah Gowinda, “penggembala sapi”, atau Gopala, “pelindung para sapi”, merujuk kepada pengalaman masa kecil Kresna di Braj.[6][7] Beberapa nama lainnya dianggap penting bagi wilayah tertentu; misalnya, Jagatnata (penguasa alam semesta), terkenal di Puri, India Timur.[8]
Nama lain
Kresna sebagai awatara sekaligus orang bijaksana memiliki banyak sekali nama panggilan sesuai dengan kepribadian atau keahliannya. Nama panggilan tersebut digunakan untuk memuji, mengungkapkan rasa hormat, dan menunjukkan rasa persahabatan atau kekeluargaan. Nama panggilan Kresna di bawah ini merupakan nama-nama dari kitab Mahabarata dan Bhagawadgita versi aslinya (versi India). Nama panggilan Kresna adalah:

  1. Achyuta (Acyuta, yang tak pernah gagal)
  2. Arisudana (penghancur musuh)
  3. Bhagavān (Bhagawan, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa)
  4. Gopāla (Gopaala, Pengembala sapi)
  5. Govinda (Gowinda, yang memberi kebahagiaan pada indria-indria)
  6. Hrishikesa (Hri-sikesa, penguasa indria)
  7. Janardana (juru selamat umat manusia)
  8. Kesava (Kesawa, yang berambut indah)
  9. Kesinishūdana (Kesini-sudana, pembunuh raksasa Kesin)
  10. Mādhava (Madawa, suami Dewi Laksmi)
  11. Madhusūdana (Madu-sudana, penakluk raksasa Madhu)
  12. Mahābāhu (Maha-bahu, yang berlengan perkasa)
  13. Mahāyogi (Maha-yogi, rohaniawan besar)
  14. Purushottama (Purusa-utama, manusia utama, yang berkepribadian paling baik)
  15. Varshneya (Warsneya, keturunan wangsa Wresni)
  16. Vāsudeva (Waasudewa, putera Basudewa)
  17. Vishnu (Wisnu, penitisan Batara Wisnu)
  18. Yādava (Yaadawa, keturunan dinasti Yadu)
  19. Yogesvara (Yoga-iswara, penguasa segala kekuatan batin)

Penggambaran

Kresna dapat dikenali secara mudah dengan mengamati atribut-atributnya. Dalam wujud arca, Kresna digambarkan berkulit hitam atau gelap, atau bahkan putih. Dalam budaya pewayangan Jawa, Kresna digambarkan berkulit hitam, sedangkan di Bali, ia digambarkan berkulit hijau. Dalam penggambaran umum misalnya lukisan modern, Kresna biasanya digambarkan sebagai pemuda berkulit biru. Warna hitam merupakan warna Dewa Wisnu menurut konsep Nawa Dewata, sedangkan biru melambangkan keberanian, kebulatan tekad, pikiran yang mantap dalam menghadapi situasi sulit, serta kesadaran yang sempurna.[9][10] Warna biru juga melambangkan langit dan laut, masing-masing bermakna luas dan dalam yang membentuk suatu ketidakterbatasan, sama halnya seperti Wisnu.[11]
Dia seringkali tampil dengan dhoti (semacam kemben) berbahan sutra berwarna kuning, melambangkan cahaya yang melenyapkan kegelapan.[11] Kepalanya dihiasi mahkota dengan bulu merak, melambangkan galaksi berwarna-warni dalam kegelapan,[11] atau pusat energi di atas indria.[12] Penggambaran umum biasanya menampilkannya sebagai anak kecil, atau seorang lelaki dalam gaya santai, sedang memainkan seruling.[13][14] Dalam wujud ini, ia biasanya ditampilkan berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Kadangkala ditemani para sapi, menegaskan posisinya sebagai penggembala ilahi (Govinda). Dalam agama Hindu, sapi dianggap suci karena melambangkan Ibu Pertiwi.[9]

Peran Kresna sebagai kusir kereta Arjuna di medan perang Kurukshetra, seperti yang tergambar dalam wiracarita Mahabharata, adalah subjek umum lain dalam penggambaran Kresna. Dalam hal ini, ia ditampilkan sebagai sosok pria, seringkali dengan karakteristik dewa-dewi dalam kesenian Hindu, misalnya banyak lengan maupun kepala, dan dengan atribut Wisnu, misalnya cakra. Sebagai seorang kusir biasa, ia ditampilkan dengan dua lengan. Lukisan gua dari masa 800 SM di Mirzapur, Uttar Pradesh, India Utara, yang menampilkan pertempuran kusir-kusir kereta kuda, salah satu di antaranya tampak akan melemparkan cakram yang kemungkinan besar dapat dikenali sebagai Kresna.[15]
Penggambaran dalam kuil seringkali menampilkan Kresna sebagai seorang pria yang berdiri tegak, dalam gaya formal. Dapat ditampilkan sendirian, dapat pula dengan figur terkait dengannya:[16] Balarama (Baladewa — kakaknya) dan Subadra (saudari tirinya), atau istrinya yang utama yaitu Rukmini dan Satyabama.
Seringkali Kresna digambarkan bersama dengan kekasihnya dari kaum gopi (wanita pemerah susu), Radha. Sekte Waisnawa di Manipur tidak memuja Kresna saja, tetapi juga aspeknya sebagai Radha Krishna,[17] kombinasi antara Kresna dan Radha. Hal ini juga merupakan karakteristik dari aliran Rudra Sampradaya[18] dan Nimbarka sampradaya,[19] demikian pula aliran kepercayaan Swaminarayan. Tradisi tersebut memuliakan Radha Ramana, yang dipandang oleh pengikut Gaudiya sebagai wujud Radha Krishna.[20]
Kresna juga digambarkan dan dipuja sebagai anak kecil (Balakresna), dengan posisi merangkak atau menari, biasanya dengan mentega di tangannya.[21][22] Perbedaan di masing-masing daerah tentang penggambaran Kresna dapat teramati dalam wujudnya yang bermacam-macam, misalnya Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra[23] dan Shrinathji di Rajasthan.

Kepustakaan tentang Kresna

Sastra terawal yang secara eksplisit menyediakan deskripsi terperinci tentang Kresna sebagai seorang tokoh adalah kitab Mahabharata. Pada kitab tersebut ia digambarkan sebagai perwujudan Dewa Wisnu.[24] Kresna adalah tokoh yang muncul di berbagai cerita utama dalam wiracarita tersebut. Delapan belas bab dalam jilid Mahabharata keenam (Bismaparwa) merupakan bagian istimewa yang menjadi kitab tersendiri yang disebut Bhagawadgita, mengandung kotbah Kresna kepada Arjuna, sepupunya sendiri, dengan latar belakang sesaat sebelum perang Kurukshetra (Baratayuda) dimulai. Akan tetapi perincian kehidupan Kresna saat kanak-kanak dan remaja tidak terdapat dalam wiracarita tersebut, melainkan dalam Bhagawatapurana, Wisnupurana, Brahmawaiwartapurana, dan Hariwangsa. Kitab Bhagawatapurana dan Wisnupurana diagungkan oleh pengikut Waisnawa, sedangkan Hariwangsa adalah kitab pendukung yang menjelaskan hal yang belum dibahas dalam wiracarita Mahabharata.

Chandogya Upanishad (3:17:6) yang ditulis sekitar masa 900 SM-700 SM menyebut Basudewa Kresna sebagai putra Dewaki dan murid dari Ghora Angirasa, ahli nujum yang mengajari muridnya filsafat Chandogya. Dengan pengaruh filsafat Chandogya, Kresna memberi kotbah kepada Arjuna tentang pengorbanan, yang dapat dibandingkan dengan purusha atau individu.[25][26][27][28]
Nama Kṛṣṇa muncul dalam kitab Buddha dengan ejaan “Kaṇha”, secara fonetis sama dengan Kṛṣṇa.[29]
Menurut bukti dari Megasthenes (ahli etnografi Yunani, sekitar 350-290 SM) dan dalam Arthasastra karya Kautilya (400-300 SM), Vāsudeva (Basudewa) dipuja sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dalam konsep monoteisme yang kuat.[30]
Sekitar 150 SM, Patanjali dalam kitab Mahabhashya karyanya menulis sebuah sloka sebagai berikut: “Semoga kejayaan Kresna dengan ditemani oleh Sangkarsana meningkat!” Sloka-sloka lainnya disebutkan. Dalam salah satu sloka disebutkan “Janardana bersama dirinya sebagai yang keempat” (Kresna dengan tiga rekannya, ketiganya adalah Sangkarsana, Pradyumna, dan Aniruda). Sloka lainnya menyebut tentang alat musik yang dimainkan saat pertemuan di kuil Rama (Baladewa/Balarama) dan Kesawa (Kresna). Patanjali juga menjelaskan pertunjukkan yang dramatis dan mimetis (Krishna-Kamsopacharam) yang menggambarkan adegan terbunuhnya Kangsa oleh Basudewa (Kresna).[31]
Pada abad ke-1 SM, tampaknya ada bukti pemujaan lima pahlawan bangsa Wresni (Baladewa [Balarama], Kresna, Pradyumna, Aniruda dan Samba) dari sebuah prasasti yang ditemukan di Mora dekat Mathura, India, yang tampaknya menyebutkan tentang putra satrap Rajuwula yang Agung, mungkin satrap Sodasa. Sebuah citra tentang Wresni, mungkin Basudewa, dan “Lima Kesatria”.[32] Prasasti Mora bertuliskan aksara Brahmi tersebut kini disimpan di Museum Mathura.[33][34]
Banyak kitab Purana menceritakan kehidupan Kresna atau beberapa hal penting darinya. Dua Purana, yakni Bhagawatapurana (Srimadbhagawatam) dan Wisnupurana, yang mengandung kisah kehidupan dan ajaran Kresna secara terperinci, adalah kitab yang paling dimuliakan secara teologis oleh aliran Gaudiya Waisnawa.[35] Sekitar seperempat Bhagawatapurana dihabiskan untuk memuji kehidupan dan filsafatnya.

Kehidupan

Ikthisar kehidupan Kresna di bawah ini diambil dari Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, dan Wisnupurana. Lokasi dimana Kresna diceritakan adalah India Utara, yang mana sekarang merupakan wilayah negara bagian Uttar Pradesh, Bihar, Haryana, Delhi, dan Gujarat.

 Kelahiran

Kresna merupakan anggota keluarga bangsawan di Mathura, India Utara, dan lahir sebagai putra kedelapan Basudewa (putra Raja Surasena) dan Dewaki (keponakan Raja Ugrasena). Orang tuanya termasuk kaum Yadawa atau keturunan Yadu, putra raja legendaris Yayati. Raja Kangsa, kakak sepupu Dewaki,[39] mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya sendiri ke penjara, yaitu Ugrasena. Pada suatu ketika, ia mendengar ramalan yang menyatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putra Dewaki. Karena mencemaskan nasibnya, ia mencoba membunuh Dewaki, namun Basudewa mencegahnya dan menyatakan bahwa mereka bersedia dikurung dan berjanji akan menyerahkan setiap putra mereka yang baru lahir untuk dibunuh. Setelah enam putra pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putra ketujuhnya, maka lahirlah Kresna. Karena hidup Kresna terancam bahaya, maka ia diselundupkan keluar penjara oleh Basudewa dan dirawat oleh orang tua tiri bernama Yasoda dan Nanda di Vrindavan. Dua saudaranya yang lain juga selamat yaitu, Baladewa alias Balarama (putra ketujuh Dewaki, dipindahkan secara ajaib ke janin Rohini, istri pertama Basudewa) dan Subadra (putra dari Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan Kresna).
Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna lahir tanpa hubungan seksual, melainkan melalui “transmisi mental” dari pikiran Basudewa ke rahim Dewaki. Umat Hindu meyakini bahwa pada masa itu, jenis ikatan tersebut dapat dilakukan oleh makhluk-makhluk yang mencapainya.[36][40][41] Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai Krishnajanmabhumi, dimana sebuah kuil didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya.

Kresna berasal dari keluarga bangsawan di Mathura, dan merupakan putera kedelapan yang lahir dari puteri Dewaki, dan suaminya Basudewa. Mathura adalah ibukota dari wangsa yang memiliki hubungan dekat seperti Wresni, Andhaka, dan Bhoja. Mereka biasanya dikenali sebagai Yadawa karena nenek moyang mereka adalah Yadu, dan kadang-kadang dikenal sebagai Surasena setelah adanya leluhur terkemuka yang lain. Basudewa dan Dewaki termasuk ke dalam wangsa tersebut. Raja Kamsa, kakak Dewaki, mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya ke penjara, yaitu Raja Ugrasena. Karena takut terhadap ramalan yang mengatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putera Dewaki, maka ia menjebloskan pasangan tersebut ke penjara dan berencana akan membunuh semua putera Dewaki yang baru lahir. Setelah enam putera pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putera ketujuhnya, lahirlah Kresna. Karena hidupnya terancam bahaya maka ia diselundupkan keluar dan dirawat oleh orangtua tiri bernama Yasoda dan Nanda di Gokula, Mahavana. Dua anaknya yang lain juga selamat yaitu, Baladewa alias Balarama (putera ketujuh Dewaki, dipindahkan ke janin Rohini, istri pertama Basudewa) dan Subadra (puteri dari Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan Kresna).

Masa kanak-kanak dan remaja

Nanda adalah pemimpin komunitas penggembala sapi yang ada di Vrindavana. Kisah masa kanak-kanak dan remaja Kresna menceritakan bagaimana ia menjadi seorang penggembala sapi,[42] tingkah nakalnya sebagai Makhan Chor (pencuri mentega), kegagalan Kangsa dalam membunuhnya, dan perannya sebagai pelindung rakyat Vrindavana. Pada masa kecilnya, Kresna telah melakukan berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh berbagai raksasa—di antaranya Putana (raksasa wanita), Kesi (raksasa kuda), Agasura (raksasa ular)—yang diutus oleh Kangsa untuk membunuh Kresna. Ia menjinakkan naga Kaliya, yang telah meracuni air sungai Yamuna dan menewaskan banyak penggembala.

Dalam kesenian Hindu, seringkali Kresna digambarkan sedang menari di atas kepala naga Kaliya yang bertudung banyak. Jejak kaki Kresna memberi perlindungan kepada Kaliya sehingga Garuda—musuh para naga—tidak akan berani menganggunya. Kresna dipercaya mampu mengangkat bukit Gowardhana untuk melindungi penduduk Vrindavana dari tindakan Indra, pemimpin para dewa yang semena-mena dan mencegah kerusakan lahan hijau Gowardhana. Indra dianggap sudah terlalu besar hati dan marah ketika Kresna menyarankan rakyat Vrindavana untuk merawat hewan dan lingkungan yang telah menyediakan semua kebutuhan mereka, daripada menyembah Indra setiap tahun dengan menghabiskan sumber daya mereka.[43][44] Gerakan spiritual yang dimulai oleh Kresna memiliki sesuatu di dalamnya yang melawan bentuk ortodoks penyembahan dewa-dewa Weda seperti Indra.[45]
Kisah permainannya dengan para gopi (wanita pemerah susu) di Vrindavana, khususnya Radha (putri Wresabanu, salah seorang penduduk asli Vrindavana) dikenal sebagai Rasa lila dan diromantisir dalam puisi karya Jayadeva, penulis Gita Govinda. Hal ini menjadi bagian penting dalam perkembangan tradisi bhakti Kresna yang memuja Radha Krishna.

Sang Pangeran

Kresna beserta Baladewa yang masih muda diundang ke Mathura untuk mengikuti pertandingan gulat yang diselenggarakan Kangsa. Tujuan sebenarnya adalah membunuh Kresna dengan dalih pertandingan gulat. Setelah mengalahkan para pegulat Kangsa, Kresna menggulingkan kekuasaan Kangsa sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kepada ayah Kangsa, Ugrasena, sebagai raja para Yadawa. Ia juga membebaskan ayah dan ibunya yang dikurung oleh Kangsa. Kemudian ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut.
Kunti—bibi Kresna—menikah dengan Pandu dari kerajaan Kuru dan memiliki tiga putra. Beserta dua putra dari Madri—istri kedua Pandu—kelima putra Pandu disebut Pandawa. Maka dari itu Kresna memiliki hubungan keluarga dengan para Pandawa, dan memiliki hubungan yang istimewa dengan Arjuna, salah satu Pandawa.
Sebelum berdirinya kerajaan Dwaraka, kota Mathura—kediaman keluarga Kresna (Yadawa)—diserbu oleh Jarasanda, Raja Magadha karena dendam pribadi. Penyerbuan tersebut berhasil diredam berkali-kali, namun Jarasanda tidak menyerah. Kemudian Jarasanda dibantu oleh Kalayawana, yang memiliki dendam pribadi terhadap klan Yadawa. Persekutuan tersebut memaksa Kresna mengungsikan para Yadawa ke suatu wilayah di India Barat yang menghadap Laut Arab (di masa sekarang disebut Gujarat) dan mendirikan sebuah kerajaan di sana, bernama kerajaan Dwaraka[47] (secara harfiah berarti “kota banyak gerbang”).[48] Setelah Dwaraka didirikan, Kresna mengalahkan Kalayawana dengan suatu jebakan.
Kresna menikahi Rukmini, putri dari kerajaan Widarbha, dengan cara kawin lari. Di tempat lain, Sisupala, sepupu Kresna yang berencana melamar Rukmini menjadi kecewa setelah mengetahui berita tersebut sehingga ia membenci Kresna. Dari pernikahannya dengan Rukmini, Kresna memiliki putra bernama Pradyumna.

Permata Syamantaka

Pada suatu ketika, Satrajit, kerabat jauh Kresna menerima permata Syamantaka dari Dewa Surya. Kresna menyarankan agar permata itu diserahkan kepada Ugrasena—raja kaum Yadawa—namun Satrajit menolaknya. Prasena, saudara Satrajit membawa permata itu saat berburu dan tidak pernah kembali lagi. Satrajit menuduh Kresna telah membunuh Prasena karena menginginkan permata itu. Untuk membersihkan nama baiknya, Kresna melacak jejak Prasena. Akhirnya ia mendapati bahwa Prasena telah dibunuh seekor hewan buas, dan permata Syamantaka tidak ditemukan pada jenazahnya. Ia mengikuti jejak hewan yang membunuh Prasena, hingga mendapati bangkai seekor singa. Ia tidak menemukan permata Syamantaka ada pada bangkai tersebut. Akhirnya ia mengikuti jejak pembunuh singa tersebut, dan sampai di kediaman seekor beruang bernama Jembawan. Di tempat tersebut ia mendapati bahwa permata Syamantaka tersimpan di sana. Kresna meminta Jembawan menyerahkan permata tersebut, namun permintaannya ditolak sehingga mereka berkelahi. Setelah Jembawan menyadari siapa sesungguhnya Kresna, ia menyerah dan menjelaskan bahwa ia mendapatkan permata itu dari seekor singa. Ia pun menyerahkan permata Syamantaka dan putrinya yang bernama Jambawati untuk dinikahi Kresna. Setelah Kresna kembali dari penyelidikannya, dan menyerahkan Syamantaka kepada Satrajit, maka Satrajit merasa malu karena berprasangka buruk terhadap Kresna. Untuk memperbaiki hubungan di antara mereka, ia menikahkan putrinya yang bernama Satyabama kepada Kresna.

Para istri Kresna

Dalam kitab Bhagawatapurana diceritakan bahwa Narakasura dari kerajaan Pragjyotisha mengalahkan Indra, pemimpin para dewa. Indra mengadukan hal tersebut kepada Kresna sehingga Kresna menyerbu Pragjyotisha dengan angkatan perangnya. Kresna berhasil mengalahkan Narakasura dan membebaskan 16.100 putri yang ditawan oleh Narakasura. Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna menikahi 16.108 putri,[49][50] dan delapan di antaranya adalah yang terkemuka dan disebut dengan istilah Ashta Bharya — yaitu Rukmini, Satyabama, Jambawati, Kalindi, Mitrawrinda, Nagnajiti, Badra dan Laksana.[51][52] Kresna menikahi 16.100 putri lainnya, yang merupakan tawanan raksasa Narakasura, untuk mengembalikan kehormatan mereka. Kresna berjasa karena membunuh raksasa tersebut dan membebaskan mereka. Menurut adat sosial yang ketat pada masa itu, seluruh wanita tawanan memiliki martabat rendah, dan tidak memungkinkan untuk menikah, karena mereka di bawah kendali Narakasura. Akan tetapi Kresna menikahi mereka untuk mengembalikan status mereka di masyarakat. Pernikahan dengan 16.100 putri tawanan tersebut kurang lebih merupakan rehabilitasi wanita massal.[53] Dalam tradisi Waisnawa, dipercaya bahwa para istri Kresna merupakan manifestasi Dewi Laksmi—pasangan Dewa Wisnu—atau merupakan jiwa istimewa yang melewati kualifikasi setelah menghabiskan banyak masa hidup dalam tapasya, sedangkan Satyabama, merupakan ekspansi dari Radha.[54]

Kresna mempunyai 5 orang permaisuri :

  • 1) Dewi Rukmini
    Dewi Rukmini adalah putri Prabu Bhismaka, raja negara Widarba. Dari pasangan Kresna dengan Dewi Rukmini ini meiliki seorang putra & seorang Putri yang bernama:
    a) Partadewa
  1. b) Dewi Sundari
  • 2) Dewi Radha

Dewi Radha adalah putri Prabu Dadapaksi, raja negara Lesan Pura.

  • 3) Dewi Jembawati
    Dewi Jembawati adalah anak dari pasangan Begawan Jembawan/Kapi Jembawan (wanara) dengan Dewi Trijata <<< Dewi Trijata adalah putri Prabu Wibisana, Raja Alengka sesudah Prabu Dasamuka, yang mempunyai tempat kedudukan di negara Singgela. Didalam perkawinan Kresna dengan Dewi Jembawati ini lahir 2 orang putra yang bernama :
    a) Gunadewa* : Berwujud wanara/kera dan turut mengikuti kakeknya Rsi Jembawan di padepokan Gadamadana
  1. b) Samba : Sangat tampan parasnya
  • 4) Dewi Setyaboma
    Dewi Setyaboma adalah putri Prabu Urgasena, dari negara Mandura. Dari pasangan ini lahirlah seorang putra bernama :
    a) Setyaka.
  • 5) Dewi Pertiwi
    Beliau adalah Putri Nagaraja di Sungai Jalatunda. Dari pasangan ini lahir 2 orang anak yang bernama:
    a) Sitija / Narakasura
  1. b) Saranadewa* : Berwujud raksasa

Jadi Kresna mengambil alih hak beristeri dan hak berputera dari Bathara Wisnu. Karena Sri Kresna adalah titis Hyang Wisnu. Disebutkan dalam “Mosela Purwa” , ketika Sri Kresna akan mangkat ia mengamanatkan agar isterinya sebanyak 16.000 orang dibawa Arjuna ke Astina.
*) Gunadewa (anak Kresna) berwujud kera/wanara, karena turunan dari aliran wanara jembawan.
*) Saranadewa (anak Kresna) berwujud raksasa, karena waktu karonsih (jawa)/berkasih-kasihan dengan permaisurinya, Shri Kresna sedang murka dan berwujud sebagai brahala-sewu (seperti Batara Wisnu yang sedang murka/tiwikrama)
Sejak mudanya Narayana, hingga masa dewasanya Sri Kresna, ia sudah mempunyai tanda-tanda kecakapan yang luar biasa, cerdas, tangkas, pandai berbicara, bijaksana dan sakti mandraguna. Ia dapat terbang tanpa sayap mengarunggi angkasa.

Menurut beberapa sastra, Kresna memiliki 16.108 istri, delapan orang di antaranya merupakan istri terkemuka, termasuk di antaranya Radha, Rukmini, Satyabama, dan Jambawati. Sebelumnya 16.000 istri Kresna yang lain ditawan oleh Narakasura, sampai akhirnya Kresna membunuh Narakasura dan membebaskan mereka semua. Menurut adat yang keras pada waktu itu, seluruh wanita tawanan tidak layak untuk menikah sebagaimana mereka masih di bawah kekuasaan Narakasura, namun Kresna dengan gembira menyambut mereka sebagai puteri bangsawan di kerajaannya. Dalam tradisi Waisnawa, para istri Kresna di Dwarka dipercaya sebagai penitisan dari berbagai wujud Dewi Laksmi.

Sri Kresna mempunyai beberapa pusaka sakti :

  • 5) Senjata Cakra. Berwujud panah beroda pada ujungnya, yang mampu mencapai sasaran dimanapun tempatnya
  • 6) Kembang Wijayakusuma. Berkhasiat menyembuhkan orang sakit, bahkan menghidupkan yang mati belum waktunya
  • 7) Gampar Lopian, Semacam alat pencari data kelemahan lawan atau untuk menemukan barang yang hilang termasuk identitas seseorang
  • 8) Sangka Pancajahnya. Berbentuk terompet/sasangkala
  • 9) Kaca Paesan. Untuk melihat peristiwa yang sedang dan akan terjadi
  • 10) Ajian Triwikrama.

Tri = Tiga; Wikrama = Langkah. Dengan ber Triwikrama tubuhnya menjadi besar dan tinggi bagai raksasa Kala Mercu bertangan seribu. Jagat yang besar dan luas dari ujung ke ujung ini hanya dicapai dengan Tiga Langkah saja. Jika melangkah jagat akan miring ke arah tempat kakinya berpijak sehingga betapa mudahnya jika ia ingin melumat jagat semudah membulak-balikkan telapak tangan. Tetapi karena pemiliknya terikat oleh konvensi hukum kemanusiaan sesuai tugasnya sebagai pemelihara perdamaian dan pengendali keadilan, senjata penghancur jagat itu tak boleh dipergunakan dengan sewenag-wenang, kecuali menghadapi kekuatan destruktif yang membahayakan keselamatan umat manusia.

  • 11) Aji Pameling. Untuk memanggil dewa
  • 12) Aji Pangabaran. Untuk melumpuhkan musuh
  • 13) Aji Kawrastawan. Untuk beralih rupa/mancala rupa (jawa)

Kitab Jitabsara

Dalam pewayangan Jawa dikenal adanya sebuah kitab yang tidak terdapat dalam versi Mahabharata. Kitab tersebut bernama Jitabsara berisi tentang urutan siapa saja yang akan menjadi korban dalam perang Baratayuda. kitab ini ditulis oleh Batara Penyarikan, atas perintah Batara Guru, raja kahyangan.
Kresna raja Kerajaan Dwarawati yang menjadi penasihat pihak Pandawa berhasil mencuri kitab tersebut dengan menyamar sebagai seekor lebah putih. Namun, sebagai seorang ksatria, ia tidak mengambilnya begitu saja. Batara Guru merelakan kitab Jitabsara menjadi milik Kresna, asalkan ia selalu menjaga kerahasiaan isinya, serta menukarnya dengan Kembang wijayakusuma, yaitu bunga pusaka milik Kresna yang bisa digunakan untuk menghidupkan orang mati. Kresna menyanggupinya. Sejak saat itu Kresna kehilangan kemampuannya untuk menghidupkan orang mati, namun ia mengetahui dengan pasti siapa saja yang akan gugur di dalam Baratayuda sesuai isi Jitabsara yang telah ditakdirkan dewata

Upacara Rajasuya

Dalam kitab Mahabharata, Yudistira, sepupu Kresna dari kerajaan Kuru ingin mengadakan upacara Rajasuya. Atas saran Kresna, ia mengerahkan saudara-saudaranya (para Pandawa) untuk menaklukkan para raja di Bharatawarsha (India). Di antara para raja, yang sulit ditaklukkan adalah Jarasanda, raja Magadha. Bima—salah satu Pandawa—menantangnya untuk bertarung dengan gada. Mereka bertarung selama 27 hari. Setiap kali matahari terbenam, mereka beristirahat untuk melanjutkan pertarungan di hari berikutnya. Jarasanda sulit dibunuh. Pada hari ke-28, atas petunjuk Kresna, Bima membelah tubuh Jarasanda menjadi dua bagian (kanan-kiri), dan melemparkannya ke arah berlawanan. Dengan demikian, Jarasanda dapat dibunuh.
Setelah Jarasanda dikalahkan, upacara Rajasuya diselenggarakan oleh Yudistira dan para raja yang ditaklukkannya diundang untuk menghadirinya. Untuk menghormati para undangannya, Yudistira memutuskan untuk memberi hadiah kepada orang-orang yang paling utama di antara mereka. Ia meminta saran Bisma, kakeknya untuk menentukan siapa yang berhak diberikan hadiah terlebih dahulu. Bisma menyarankan agar hadiah diberikan kepada Kresna, dan Yudistira pun menyetujuinya. Akan tetapi, keputusan tersebut ditolak oleh Sisupala. Sisupala menghina Kresna secara bertubi-tubi, namun Kresna tetap bersabar. Sesuai janji Kresna kepada ibu Sisupala, ia tidak akan membunuh Sisupala kecuali bila makian yang diterimanya dari Sisupala sudah lebih dari seratus kali. Setelah Sisupala menghina Kresna lebih dari seratus kali, Kresna mengeluarkan senjata cakranya kemudian memenggal kepala Sisupala. Menurut legenda, Sisupala—beserta Dantawaktra, rekannya—adalah reinkarnasi Jaya dan Wijaya, penjaga pintu gerbang Waikuntha, kediaman Wisnu. Karena melarang Catursana memasuki Waikuntha, mereka dihukum untuk turun ke bumi, dan atas keinginan mereka sendiri, mereka dilahirkan sebagai musuh Wisnu dan dibunuh oleh Wisnu sendiri. Tindakan Kresna (sebagai awatara Wisnu) membunuh Sisupala telah membebaskan jiwa Sisupala dari reinkarnasi yang harus dialaminya sehingga jiwanya kembali menuju Waikuntha.[55]

Baratayuda dan Bhagawadgita

Perselisihan antara para Pandawa dan Korawa—sepupu mereka—dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan para Pandawa atas sikap para Korawa yang menghalalkan segala cara agar tahta kerajaan Kuru tidak jatuh ke tangan Yudistira—yang tersulung di antara Pandawa—sebagai putra mahkota tertua. Kresna bertindak sebagai juru damai, namun upaya perundingan gagal karena para Korawa—yang dipimpin Duryodana—tidak mau mengalah. Di samping itu, Duryodana senantiasa dihasut oleh pamannya, Sangkuni.
Saat keputusan perang tidak terelakkan lagi, hampir seluruh raja di Bharatawarsha (India) diminta untuk berpartisipasi, dan akhirnya semuanya menjadi dua pihak, yaitu pihak Pandawa dan Korawa. Kresna menawarkan kesempatan kepada dua pihak untuk memilih pasukannya atau dirinya sendiri, namun dengan kondisi tidak membawa senjata apapun. Arjuna yang mewakili Pandawa memilih agar Kresna berada di pihaknya, sedangkan Duryodana—pemimpin para Korawa—memilih pasukan Kresna. Saat tiba waktunya untuk berperang, Kresna bertindak sebagai kusir kereta perang Arjuna, karena sesuai dengan perjanjian bahwa ia tidak akan membawa senjata apapun.

Saat meninjau angkatan perang dan mengamati pihak yang akan berperang, Arjuna menjadi ragu setelah menyaksikan keluarga, sepupu, kerabat, serta kawan-kawan yang dicintainya bersiap-siap untuk membunuh satu sama lain. Kemudian Kresna menasihati Arjuna tentang perang yang akan dihadapinya. Percakapan tersebut meluas menjadi suatu wacana dan menjadi kitab tersendiri, dikenal sebagai Bhagawadgita ‘Kidung Ilahi’.[56] Dalam Bhagawadgita, Kresna menguraikan ajaran Iswara (ketuhanan), jiwa, dharma (kewajiban), prakerti (alam semesta), dan kala (waktu).[57] Kresna juga menjelaskan bahwa tujuannya berada di dunia adalah untuk menyelamatkan orang saleh dan membinasakan orang jahat. Kutipan yang terkenal adalah:

Kapanpun dan dimanapun kebajikan merosot, dan kejahatan merajalela, pada saat itulah aku menjelma, wahai keturunan Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang saleh dan menghukum orang jahat, serta menegakkan kebenaran, aku lahir dari zaman ke zaman. (Bhagawadgita, 4:7–8)

Saat Yudistira merasa tertekan atas kekalahan yang diterima pihaknya di hari pertama, Kresna tetap optimis bahwa kemenangan sudah pasti akan diraih Yudistira karena ia bertindak di jalan yang benar dan telah mendapat restu dari Bisma—kakeknya sendiri, sekaligus kesatria tua yang harus dihadapinya dalam perang itu—sesaat sebelum perang dimulai. Seperti halnya Kresna, Bisma juga berkata bahwa kemenangan pasti akan diraih Yudistira dan ia mendoakan cucunya itu agar mencapai kejayaan, meskipun mereka harus saling menyerang dalam perang.
Seringkali Kresna meminta Arjuna agar segera mengalahkan Bisma, kakek para Pandawa dan Korawa. Keraguan Arjuna membuat Kresna marah sehingga ia mencopot roda keretanya sebagai pengganti cakram untuk membunuh Bisma. Akan tetapi tindakannya segera dicegah oleh Arjuna yang berjanji bahwa ia akan mengalahkan kesatria tua tersebut di hari berikutnya. Setelah para Pandawa mengetahui kelemahan Bisma, di hari berikutnya, Kresna menginstruksikan Srikandi, putra Raja Drupada agar menghadapi Bisma, dengan ditemani oleh Arjuna. Bisma, yang merasa bahwa Srikandi telah dilahirkan untuk membunuhnya, sulit menghindari serangan Arjuna yang bersembunyi di belakang Srikandi. Akhirnya Bisma dikalahkan di hari kesepuluh.
Kresna juga membantu Arjuna dalam membunuh Jayadrata, kesatria Korawa yang menahan para Pandawa dalam usaha menyelamatkan Abimanyu—putra Arjuna—yang terkurung dalam formasi Cakrabyuha dan terbunuh oleh serangan serentak yang dilancarkan delapan kesatria Korawa. Kresna juga meruntuhkan semangat Drona—komandan tentara Korawa, pengganti Bisma—setelah ia memberi isyarat pada Bima untuk membunuh seekor gajah perang bernama Aswatama, nama yang serupa dengan nama putra semata wayang Drona. Pandawa berteriak bahwa Aswatama mati, namun Drona enggan mempercayainya sebelum ia mendengar langsung dari Yudistira yang dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong. Kresna tahu bahwa Yudistira tidak akan berdusta, maka ia mengatur siasat agar Yudistira tidak berbohong namun Drona menganggap putranya telah gugur. Saat ditanya oleh Drona, Yudistira berkata, “Aswatama mati. Entah gajah, entah manusia.” Tetapi setelah Yudistira mengucapkan kalimat pertama, tentara Pandawa yang telah diperintah oleh Kresna segera membuat kegaduhan dengan membunyikan genderang perang dan sangkakala, sehingga Drona tidak mendengar kalimat kedua yang diucapkan Yudistira dan percaya bahwa putranya telah gugur. Setelah dilanda dukacita, Drona meletakkan senjatanya, dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Drestadyumna untuk memenggal kepalanya.
Saat Arjuna bertarung melawan Karna, roda kereta Karna terperosok ke dalam genangan lumpur. Saat Karna mencoba mengangkat keretanya dari lumpur, Kresna mengingatkan Arjuna tentang tindakan Karna dan Korawa lainnya yang telah melanggar peraturan dalam peperangan saat menyerang dan membunuh Abimanyu secara serentak, dan ia meyakinkan Arjuna untuk menempuh cara yang sama untuk membunuh Karna. Maka Arjuna memenggal kepala Karna saat kesatria itu sedang berusaha mengangkat keretanya dari lumpur.
Menjelang hari puncak peperangan, Duryodana menemui Gandari, ibunya untuk meminta anugerah agar seluruh tubuhnya kebal dari segala serangan. Untuk itu, ia harus datang dalam keadaan telanjang bulat. Kresna mengolok-oloknya sehingga ia menjadi malu. Ia memutuskan untuk menutupi selangkangannya dengan kulit pisang saat menemui ibunya. Setelah Duryodana tiba, Gandari membuka penutup matanya dan mencurahkan kekuatan dari matanya ke tubuh Duryodana, tetapi ia kecewa setelah mengetahui bahwa Duryodana menutupi selangkangan dan paha sehingga daerah itu tidak akan kebal. Ketika Duryodana bertarung dengan Bima, serangan Bima tidak berpengaruh bagi Duryodana. Untuk menyelesaikannya, Kresna mengingatkan Bima akan janjinya untuk membunuh Duryodana dengan cara memukul pahanya. Bima pun melakukannya, meskipun melanggar peraturan (mengingat bahwa Duryodana sendiri telah melanggar dharma pada perbuatannya di masa lalu). Dengan demikian, strategi Kresna telah membantu Pandawa memenangkan perang dengan menjatuhkan seluruh pemimpin tentara Korawa, tanpa perlu mengangkat senjatanya. Ia juga menghidupkan kembali Parikesit, cucu Arjuna yang diserang dengan senjata Brahmastra oleh Aswatama saat berada di dalam janin ibunya. Di kemudian hari, Parikesit menjadi penerus Pandawa.

Kehidupan di kemudian hari

Setelah perang usai, Yudistira diangkat sebagai Raja Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia memerintah selama 36 tahun. Sementara itu Kresna tinggal bersama kaumnya di Dwaraka. Karena Samba—putra Kresna—dan beberapa pemuda Yadawa telah mengolok-olok para resi yang mengunjungi Dwaraka, maka kaum Yadawa dikutuk agar hancur dengan menggunakan senjata gada yang dikeluarkan dari perut Samba. Atas perintah Ugrasena, senjata tersebut dihancurkan hingga menjadi debu lalu dibuang ke laut. Debu tersebut hanyut ke tepi pantai Prabasha dan tumbuh menjadi semacam tanaman rumput, disebut eruka.
Pada suatu perayaan, kaum Yadawa mengunjungi Prabasha dan berpesta pora di sana. Karena pengaruh minuman keras, mereka mabuk dan saling hantam. Perkelahian pun berubah menjadi pembunuhan masal. Saat menyaksikan kaumnya saling bunuh, Kresna menggenggam rumput eruka dan melemparkannya ke tengah percekcokan tersebut yang mengakibatkan ledakan hebat sehingga membunuh hampir seluruh kaum Yadawa yang ada di sana. Setelah kehancuran kaumnya, Baladewa meninggalkan tubuhnya dengan cara melakukan Yoga. Sementara itu, Kresna memasuki hutan dan duduk di bawah pohon untuk bermeditasi. Mahabharata menyatakan bahwa seorang pemburu bernama Jara mengira sebagian kaki kiri Kresna yang tampak sebagai seekor rusa sehingga ia menembakkan panahnya, menyebabkan Kresna terluka secara fana, sampai berujung ke kematiannya. Saat jiwa Kresna mencapai surga, tubuhnya dikremasi oleh Arjuna.[58][59][60]
Menurut sumber-sumber dari Purana,[61] kepergian Kresna menandai akhir zaman Dwaparayuga dan dimulainya Kaliyuga, yang dihitung jatuh pada tanggal 17/18 Februari 3102 SM.[62] Para guru aliran Waisnawa, misalnya Ramanuja dan aliran Gaudiya Waishnawa memandang bahwa tubuh Kresna seutuhnya merupakan tubuh spiritual sehingga tidak akan pernah membusuk karena hal ini tampaknya merupakan perspektif dalam Bhagawatapurana. Kresna tidak pernah disebut menua atau menjadi uzur dalam penggambaran secara historis dalam berbagai Purana, meskipun telah melewati beberapa dasawarsa, tetapi ada alasan untuk sebuah perdebatan apakah ini menunjukkan bahwa ia tidak memiliki tubuh material, karena pertempuran dan deskripsi lain dari wiracarita Mahabharata jelas menunjukkan indikasi bahwa ia tampaknya tunduk pada keterbatasan alam.[63] Sementara kisah pertempuran tampaknya menunjukkan keterbatasan, Mahabharatha juga menceritakan berbagai kisah saat Kresna tidak tunduk pada keterbatasan, seperti cerita ketika Duryodana mencoba untuk menangkap Kresna namun tubuhnya memancarkan api yang menunjukkan semua ciptaan ada dalam dirinya

Kresna merupakan saudara sepupu dari kedua belah pihak dalam perang antara Pandawa dan Korawa. Ia menawarkan mereka untuk memilih pasukannya atau dirinya. Para Korawa mengambil pasukannya sedangkan dirinya bersama para Pandawa. Ia pun sudi untuk menjadi kusir kereta Arjuna dalam pertempuran akbar. Bhagawadgita merupakan wejangan yang diberikan kepada Arjuna oleh Kresna sebelum pertempuran dimulai.

Kresna dalam segala kesulitan senantiasa dapat berhasil mengatasinya dan diatasinya dengan penuh kegembiraan. Dalam lakon “Jabelan” ia diangkat menjadi duta Pandawa untuk menuntut kembalinya Astina pada ahli warisnya yang berhak.

Didalam perang Barata Yudha , Sri Kresna-lah yang memegang tampuk kepemimpinan perjuangan Pandawa melawan keangkaramurkaan dan keserakahan Kurawa. Ia dapat selalu mengatasi persoalan yang timbul didalam peperangan tersebut antara lain :
1. Keragu-raguan Arjuna dapat diinsyafkannya dengan uraian-uraian yang sangat indah dan diungkapkan dalam Bhagawat Gita
2. Semua Senapati perang ditentukan dan ditetapkan oleh Sri Kresna
3. Ia mengatur dan menentukan siasat perang serta gelar perang angkatan perang Pandawa untuk mengahdapi siasat dan gelar balatentara Kurawa
4. Dalam “Karna Tanding”, Sri Kresna menjadi sais kereta perang Arjuna yang bertanding melawan Karna yang bersaiskan Prabu Salya.
Dalam bimbingan Sri Kresna-lah Pandawa mendapatkan kemenangannya dalam peperangan Barata Yudha.

Setelah Barata Yudha selesai, Sri Kresna-lah yang memimpin para Pandawa menghadap Raja Tribuwana Sanghyang Manikmaya Batara Guru dan merundingkan rencana selanjutnya.
Ia mendapatkan negara Dwarawati setelah mengalahkan Prabu Narasingha dengan bantuan Pandawa dan kemudian naik tahta kerajaan tersebut, dengan gelar Sri Batara Kresna. Sebagai Patih Negara Dwarawati diangkatlah Udawa yaitu pamongnya sejak kecil sebagai balas jasa baginya. Selain itu Sri Kresna mempunyai senapati ulung Sang Benteng Dwarawati Arya Sentyaki yang merupakan saudara sepupu dan ipar Sri Kresna.

Didalam lakon “Bomakawya”, Sri Kresna terpaksa membunuh puteranya dari perkawinannya dengan Dewi Pretiwi yang bernama Sitija/Bomanarakasura, karena menimbulkan kekejaman tanpa peri-kemanusiaan atas kehidupan di Arcapada.

Dalam parwa Mahabarata, yang berjudul “Mosala Parwa”, Sri Kresna sangat berdukacita atas kemangkatan kakaknya, Prabu Baladewa, dengan demikian tumpaslah keturunan Yadawa.
Ia menginginkan muksa dan kemudian pergi bertapa didalam hutan. Pada suatu ketika kakinya terpanah oleh Jara yang menyebabkan wafatnya Sri Kresna. Yitmanya kemudian masuk ke alam nirwana. Semenjak itu, titis Hyang Wisnu tidak lagi terjelma di dunia.

Pemujaan

Aliran Waisnawa

Pemujaan terhadap Kresna merupakan suatu bagian dari aliran Waisnawa (Waisnawisme), aliran agama Hindu yang menganggap Wisnu sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dan memuliakan berbagai awatara (penjelmaan) yang terkait dengannya, termasuk pasangan (sakti/dewi) dewa itu sendiri, serta orang suci maupun guru yang menyebarkan ajarannya. Secara istimewa Kresna dipandang sebagai penjelmaan Wisnu seutuhnya, atau sebagai wujud Wisnu itu sendiri.[65] Bagaimanapun juga, hubungan yang pasti antara Kresna dan Wisnu terasa kompleks dan bermacam-macam.[66] Kadangkala Kresna dianggap sebagai dewa tersendiri, yang memiliki kekuasaan penuh tanpa ketergantungan.[67] Di antara berbagai macam dewa, Kresna sangat penting, dan tradisi dalam garis perguruan Waisnawa biasanya terpusat kepada Wisnu maupun Kresna, sebagai dewa yang dipuja. Istilah Kresnaisme digunakan untuk meyebut sekte pemuja Kresna, sementara istilah Waisnawisme untuk sekte yang terpusat kepada Wisnu dan Kresna dianggap sebagai awatara, daripada Tuhan Yang Mahakuasa.[68]
Seluruh tradisi Waisnawa menganggap Kresna merupakan awatara Wisnu; kadangkala Kresna disamakan dengan Wisnu; sementara beberapa tradisi lainnya, misalnya Gaudiya Waisnawa,[69][70] Wallabha Sampradaya dan Nimbarka Sampradaya, menganggap Kresna sebagai Swayam Bhagawan, wujud asli Tuhan, atau Tuhan itu sendiri.[71][72][73][74][75] Swaminarayan, pendiri aliran Swaminarayana Sampradaya juga memuja Kresna sebagai Tuhan. “Kresnaisme Raya” (Greater Krishnaism) merupakan bentuk Waisnawa yang kedua atau dominan, berkisar antara penyembahan Basudewa, Kresna, dan Gopala pada Zaman Weda Akhir.[76] Di masa sekarang kepercayaan tersebut memiliki pengikut yang cukup banyak, termasuk di luar India.

Tradisi awal

satu bentuk pemujaan tertua dalam aliran Kresnaisme dan Waisnawa.[78][79] Dipercaya bahwa pemujaan tersebut merupakan tradisi penting pada sejarah awal pemujaan Kresna di zaman kuno.[80][81] Tradisi ini dianggap sebagai yang terawal di antara tradisi lainnya yang kemudian bergabung pada tahap selanjutnya dalam perkembangan sejarah. Tradisi lainnya meliputi Bhagawatisme dan penyembahan Gopala, yang bersama penyembahan Balakresna (Bala-Krishna) membentuk dasar tradisi pemujaan yang terpusat pada Kresna di masa sekarang.[82][83] Beberapa ahli kuno akan menyamakannya dengan Bhagawatisme,[80] dan dipercaya bahwa pendiri tradisi religius ini adalah Kresna, yang merupakan putra Basudewa, sehingga namanya adalah Bāsudewa (Vāsudeva), termasuk ke dalam anggota suku Satvata, dan pegikutnya menyebut diri mereka sendiri sebagai “Kaum Bhagawata” dan agama ini terbentuk pada abad ke-2 SM (zaman Resi Patanjali), atau sekurang-kurangnya pada abad ke-4 SM menurut bukti-bukti Megasthenes dan dalam kitab Arthasastra karya Kautilya, ketika Bāsudewa dipuja sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dengan cara monoteistik yang kuat, dimana Yang Mahakuasa adalah sempurna, kekal, dan penuh karunia.[80] Dalam berbagai sumber di luar pemujaan, pemuja atau bhakta dianggap sebagai Basudewaka (Vāsudevaka).[84] Kitab Hariwangsa menggambarkan hubungan yang rumit antara Kresna Basudewa, Sangkarsana, Pradyumna dan Aniruda yang kemudian akan membentuk konsep Waisnawa tentang empat manifestasi yang utama, atau awatara

Tradisi Bhakti

Bhakti berarti ketaatan, yang tidak terbatas pada satu dewa saja. Akan tetapi Kresna merupakan dewa yang penting dan populer dalam aspek kebaktian dan sukacita dalam agama Hindu, khususnya di antara sekte-sekte Waisnawa.[69][86] Penyembah Kresna menganut konsep lila, yang berarti ‘sandiwara ilahi’, sebagai prinsip pokok di Alam Semesta. Para lila Kresna, dengan ungkapan kasih sayang mereka yang melampaui batas-batas cara penghormatan secara resmi, berfungsi sebagai pengiring aksi-kasi yang dilakukan awatara Wisnu lainnya: Rama.[70]
Gerakan Bhakti yang menyembah Kresna menjadi terkemuka di India Selatan selama abad ke-7 sampai ke-9 Masehi. Karya-karya tertua meliputi syair-syair yang ditulis para Alvar (orang suci) di negara-negara berbahasa Tamil.[87] Kumpulan utama dari karya-karya mereka adalah Divya Prabandham. Kumpulan lagu terkenal karya Alvar Andal yaitu Tiruppavai, saat ia membayangkan dirinya sebagai seorang gopi (wanita pemerah susu), adalah karya terkenal di antara karya-karya tertua dalam genre ini.[88][89] [90] Mukundamala karya Kulasekaraazhvaar adalah karya terkenal lainnya pada masanya.

Penyebaran Gerakan Bhakti Kresna

Gerakan Bhakti menyebar secara cepat dari India Utara ke Selatan, dengan syair berbahasa Sanskerta Gita Govinda karya Jayadeva (abad ke-12 M) sebagai pertanda karya sastra dalam pemujaan Kresna. Syair tersebut menguraikan legenda Kresna tentang gopi istimewa yang menjadi kekasihnya, yakni Radha, yang kurang dibahas dalam kitab Bhagawatapurana, namun dibahas sebagai tokoh penting dalam kitab lainnya, misalnya Brahmawaiwartapurana. Dengan pengaruh Gita Govinda, Radha menjadi aspek yang tak terpisahkan dalam pemujaan Kresna.[4]
Saat sebagian masyarakat terpelajar yang fasih dalam bahasa Sanskerta bisa menikmati karya-karya seperti Gita Govinda atau Krishna-Karnamritam karya Bilwanggala, massa juga menyanyikan lagu-lagu lain karya penyair pemuja Kresna, yang terdiri dalam berbagai bahasa daerah di India. Lagu-lagu ini mencerminkan pengabdian pribadi yang kuat yang ditulis oleh pemuja Kresna dari seluruh lapisan masyarakat. Lagu-lagu karya Meera dan Surdas menjadi pertanda dari penyembahan Kresna di India Utara.
Pada abad ke-11 Masehi, aliran Waisnawa Bhakti dengan kerangka teologi yang rumit tentang penyembahan Kresna didirikan di India Utara. Nimbarka (abad ke-11 M), Wallabhacharya (abad ke-15 M) dan Caitanya Mahaprabhu (abad ke-16 M) adalah pendiri aliran yang paling berpengaruh. Aliran-aliran ini, yaitu Nimbarka Sampradaya, Wallabha Sampradaya dan Gaudiya Waisnawa, memandang Kresna sebagai dewa tertinggi, bukan awatara, seperti pada umumnya.
Di Deccan, khususnya di Maharashtra, penyair dari sekte Varkari seperti Dnyaneshwar, Namdev, Janabai, Eknath dan Tukaram mempromosikan pemujaan Witoba,[23] wujud Kresna di daerah tertentu, dari awal abad ke-13 sampai akhir abad ke-18.[4] Di India Selatan, Purandara Dasa dan Kanakadasa dari Karnataka menggubah lagu yang didedikasikan untuk citra Kresna di Udupi. Rupa Goswami dari aliran Gaudiya Waisnawa, telah menyusun ringkasan umum tentang bhakti yang disebut Bhakti-rasamrita-sindh

Di Dunia Barat

Sejak tahun 1966, Gerakan Bhakti Kresna telah menyebar keluar India. Penyebab utamanya adalah misi yang dilakukan oleh organisasi Masyarakat Internasional Kesadaran Krishna (International Society for Krishna Consciousness – ISKCON), lebih dikenal sebagai Gerakan Hare Krishna.[91] Gerakan tersebut didirikan oleh Bhaktivedanta Swami Prabhupada, yang diinstruksikan oleh guru Beliau, Bhaktisiddhanta Sarasvati Thakura, untuk menulis tentang Kresna dalam bahasa Inggris dan menyebarkan filsafat Gaudiya Waisnawa kepada masyarakat di Dunia Barat.[92]

Dalam kesenian

 Dalam mendiskusikan asal mula seni pertunjukkan India, Horwitz menyinggung adanya kisah tentang Kresna dalam Mahabhashya karya Patanjali (sekitar 150 SM), yaitu saat episode terbunuhnya Kangsa (Kamsa Vadha) dan “pengikatan raksasa penyerbu surga” (Bali Bandha) dijelaskan.[93] Balacharitam dan Dutavakyam karya Bhasa (sekitar 400 SM) adalah lakon berbahasa Sanskerta yang terpusat pada Kresna. Mulanya hanya pembeberan masa kecilnya, dan kemudian lakon satu babak yang berdasarkan satu episode dalam Mahabharata, saat Kresna berusaha mendamaikan dua sepupu yang bertikai

Dalam mendiskusikan asal mula seni pertunjukkan India, Horwitz menyinggung adanya kisah tentang Kresna dalam Mahabhashya karya Patanjali (sekitar 150 SM), yaitu saat episode terbunuhnya Kangsa (Kamsa Vadha) dan “pengikatan raksasa penyerbu surga” (Bali Bandha) dijelaskan.[93] Balacharitam dan Dutavakyam karya Bhasa (sekitar 400 SM) adalah lakon berbahasa Sanskerta yang terpusat pada Kresna. Mulanya hanya pembeberan masa kecilnya, dan kemudian lakon satu babak yang berdasarkan satu episode dalam Mahabharata, saat Kresna berusaha mendamaikan dua sepupu yang bertikai

Di Indonesia, kisah Kresna yang bersumber dari Mahabharata, Hariwangsa, maupun Purana telah diadaptasi lalu digubah menjadi kakawin, antara lain Kakawin Kresnayana dan Kakawin Hariwangsa. Keduanya menceritakan kisah pernikahan Kresna dengan Rukmini, putri dari kerajaan Widarba. Selain itu, terdapat pula Kakawin Bhomantaka, yang menceritakan perang antara Kresna dengan raksasa Bhoma.
Di Indonesia, Mahabharata juga diangkat ke dalam pertunjukkan wayang, dengan adaptasi dan perubahan seperlunya. Dalam budaya pewayangan Jawa, tokoh Kresna dikenal sebagai raja Dwarawati (Dwaraka), kerajaan para keturunan Yadu dan merupakan titisan Dewa Wisnu. Kresna adalah putra Basudewa, Raja Mandura (Mathura). Ia dilahirkan sebagai putra kedua dari tiga bersaudara (dalam versi Mahabharata ia merupakan putra kedelapan). Kakaknya bernama Baladewa (Balarama, alias Kakrasana) dan adiknya dikenal sebagai Sembadra (Subadra), yang dinikahi oleh Arjuna, sepupunya dari pihak ibu. Kresna memiliki tiga orang istri dan tiga orang anak. Para istrinya yaitu Dewi Jembawati, Dewi Rukmini, dan Dewi Satyabama. Menurut pewayangan, anak-anaknya adalah Raden Boma Narakasura, Raden Samba, dan Siti Sundari.
Pada lakon Baratayuda, yaitu perang antara Pandawa melawan Korawa, beliau berperan sebagai sais atau kusir kereta perang Arjuna. Ia juga merupakan salah satu penasihat utama pihak Pandawa. Sebelum perang melawan Karna, atau dalam babak yang dinamakan Karna Tanding, beliau memberikan wejangan panjang lebar kepada Arjuna. Wejangan beliau dikenal sebagai Bhagawadgita, yang berarti “Kidung Ilahi”.
Dalam budaya pewayangan, Kresna dikenal sebagai tokoh yang sangat sakti. Ia memiliki kemampuan untuk meramal, berubah bentuk menjadi raksasa, dan memiliki bunga Wijaya Kusuma yang dapat menghidupkan kembali orang mati. Ia juga memiliki senjata yang dinamakan Cakrabaswara yang mampu digunakan untuk menghancurkan dunia. Pusaka-pusaka sakti yang dimilikinya antara lain senjata cakra, terompet kerang (sangkakala) bernama Pancajahnya, Kaca Paesan, Aji Pameling dan Aji Kawrastawan.

Dalam agama lain

Jainisme

Menurut siklus waktu Jainisme, pada setiap zaman lahirlah tiga serangkai, yaitu seorang Basudewa bersama kakaknya yang disebut Baladewa, dan musuh mereka yang disebut Pratibasudewa. Baladewa adalah penegak prinsip Jainisme tentang tindak tanpa kekerasan. Akan tetapi, Basudewa harus mengabaikan prinsip itu untuk membunuh Pratibasudewa demi menyelamatkan dunia. Kemudian Basudewa harus turun ke Naraka (dunia bawah) sebagai hukuman atas tindak kekerasan yang dilakukannya. Setelah menjalani hukuman, ia dilahirkan sebagai seorang Tirthankara.[98][99]
Dalam daftar 63 Shalakapursha atau tokoh penting Jainisme, termasuk di antaranya adalah 24 Tirthankara dan 9 tiga serangkai tersebut. Salah satu tiga serangkai tersebut adalah Kresna sebagai Basudewa, Balarama sebagai Baladewa, dan Jarasanda sebagai Pratibasudewa. Menurut Jainisme, ia merupakan sepupu Neminatha, Tirthankara ke-22. Kisah-kisah tiga serangkai tersebut dapat disimak dalam Hariwangsa karya Jinasena (bukan kitab Hariwangsa pendukung Mahabharata) dan Trishashti-shalakapurusha-charita karya Hemachandra.[100]

Agama Buddha

Kisah Kresna muncul dalam cerita Jataka dalam agama Buddha,[101] terutama dalam Ghatapandita Jataka, sebagai seorang pangeran dan penakluk legendaris dan Raja India.[102] Dalam versi agama Buddha, Kresna disebut Basudewa, Kanha dan Kesawa, dan Balarama merupakan adiknya, disebut pula Baladewa. Detailnya menyerupai cerita yang dimuat dalam kitab Bhagawatapurana. Basudewa, beserta sembilan saudaranya yang lain (semuanya merupakan pegulat yang kuat) beserta kakak perempuannya (Anjana) merebut seluruh Jambudwipa (India) setelah memenggal paman mereka yang dianggap kejam, yakni Raja Kangsa, kemudian seluruh raja di Jambudwipa dengan menggunakan Cakra Sudarsana miliknya. Sebagian besar cerita yang memuat kekalahan Kangsa mengikuti cerita yang terkandung dalam Bhagawatapurana.[103]
Seperti yang diceritakan dalam Mahabharata, semua saudaranya pada akhirnya tewas karena kutukan Resi Kanhadipayana (Byasa), juga dikenal sebagai Kresna Dwipayana). Kresna sendiri tertusuk oleh senjata pemburu karena suatu kesalahpahaman, meninggalkan Anjanadewi, satu-satunya anggota keluarganya yang masih hidup. Setelah itu, riwayatnya tidak disebutkan lagi.[104]
Karena Jataka merupakan cerita yang diberikan menurut sudut pandang Buddha Gautama di kehidupan sebelumnya (serta kehidupan sebelumnya dari para pengikut Buddha), maka kisah Kresna pun dianggap sebagai salah satu kehidupan Sariputra, salah satu murid Buddha yang terkemuka, dan “Dhammasenapati” atau “Panglima Dharma” dan biasanya digambarkan sebagai “tangan kanan” Buddha dalam kesenian dan ikonografi Buddha.[105] Sang Bodhisattva, yang lahir dalam cerita ini sebagai salah satu adiknya bernama Ghatapandita, menyelamatkan Kresna dari dukacita karena kehilangan putranya.[102] Kresna sebagai manifestasi kebijaksanaan dan tukang kelakar yang disayangi juga disertakan dalam panteon agama Buddha di Jepang.[106]

Agama Bahá’í

Umat Bahá’í meyakini bahwa Kresna adalah seorang “Manifestasi Tuhan”, atau salah seorang dalam rangkaian para nabi yang telah mengungkapkan Firman Tuhan untuk umat manusia pada waktunya. Maka dari itu, Kresna berada pada posisi yang mulia bersama Nabi Ibrahim, Musa, Zarathustra, Buddha, Muhammad, Yesus Kristus, Sang Báb, dan pendiri agama Bahá’í, Bahá’u’lláh.[107]

Ahmadiyyah

Di Asia Selatan, anggota komunitas Ahmadiyyah meyakini Kresna sebagai utusan Tuhan, seperti yang diungkapkan oleh pendiri aliran tersebut, Mirza Ghulam Ahmad. Ghulam Ahmad juga mengaku memiliki kesamaan dengan Kresna sebagai pembangkit agama dan moralitas di zaman modern yang misinya adalah mendamaikan umat manusia dengan Tuhan.[108] Pengikut Ahmadiyyah mempertahankan istilah avatar (awatara) yang dianggap sama dengan istilah “nabi” dalam tradisi agama di Timur Tengah sebagai campur tangan Tuhan dengan manusia; seperti Tuhan yang menunjuk manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dalam Kuliah Sialkot, Ghulam Ahmad menulis:
Jelaslah bahwa Raja Krishna, sesuai dengan apa yang telah diwahyukan kepadaku, adalah orang yang benar-benar agung yang sulit untuk menemukan orang sepertinya di antara para Resi dan Awatara dalam Hindu. Dia adalah seorang Awatara — yaitu, Nabi — besar pada masanya yang kepadanya Roh Kudus turun dari Tuhan. Dia berasal dari Tuhan, jaya dan sejahtera. Ia membersihkan tanah Arya dari dosa dan ternyata Nabi pada zamannya yang kemudian ajarannya diubah dalam berbagai cara. Dia penuh kasih kepada Tuhan, seorang teman kebajikan dan musuh kejahatan.[108]

Lainnya

Pemujaan atau penghormatan kepada Kresna telah diangkat dalam berbagai gerakan keagamaan baru sejak abad ke-19, dan kadang-kadang diikutsertakan dalam panteon eklektik dalam kitab-kitab okultisme, bersama tokoh-tokoh dari mitologi Yunani, Buddha, Alkitab, dan bahkan tokoh sejarah.[109]
Sebagai contoh, Édouard Schuré, tokoh berpengaruh dalam filsafat abadi dan gerakan okultisme, menganggap Kresna sebagai Inisiasi Agung; sementara itu para ahli teosofi menghormati Kresna sebagai inkarnasi Maitreya (salah satu dari para Ahli Kebijaksanaan Kuno), guru spiritual umat manusia yang terpenting setelah Buddha.[110][111] Kresna dikanonisasi oleh Aleister Crowley dan dihormati sebagai orang suci dalam Misa Gnostik dari Ordo Kuil Timur

MENGENAL KRESNA

                              Raja Kresna                                                   Kresna Muda

                                                                           Raja Kresna                                            

                                            Raja Kresna                                Resi Kresna (Penyamaran)

BRAHALA HITAM KRESNA
TRIWIKRAMA KRESNA
WUJUD SEMESTA KRESNA
 
  
ORANG TUA KRESNA

                                 Basudewa (ayah)                                Dewaki (Ibu kandung)

                                                                            Rohini (Ibu Tiri)

SAUDARA KRESNA

                    Raja Baladewa, Mathura (Kakak)   Subadra (Adik tiri sepesusuan=Nanda+Yasodha)

MERTUA KRESNA

                          Jambawan (Jambawati)                        Raja Rukma, Widharba (Rukmini)

                                                 Raja Ugrasena, mathura (Setyaboma)

ISTRI KRESNA

                                       Rukmini                                                   jambawati

                                                                            Setyaboma

ANAK KRESNA 

                        Gunadewa (Kresna+Jambawati)          Partadewa (Kresna+Rukmini)

                     Samba (Kresna+Rukmini)                       saranadewa (Kresna+setyaboma)

 Sitiji/Narakasura (Putra angkat Kresna =Tuhan Wisnu+dewi Pertiwi)
Posted in Mahabharata | Tagged | Leave a comment